Moeldoko Tegaskan Pemerintah Tidak Alergi Kritik

By Admin


nusakini.com - Pontianak - Pemerintah tidak alergi terhadap kritik dan mengajak masyarakat berkolaborasi membangun Indonesia. Penegasan itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjawab pertanyaan sejumlah wartawan usai membuka Kongres ke-10 Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia di Pontianak, Sabtu, (17/11/2018).

Menurut doktor lulusan Universitas Indonesia tahun 2014, tugas Kepala Staf adalah melakukan komunikasi politik. “Kehadiran saya di kongres ini adalah komunikasi politik dalam arti yang luas, yakni menyampaikan laporan kinerja pemerintah kepada masyarakat,” ungkapnya.

Moeldoko menyatakan, ia wajib menegaskan bahwa pemerintah telah berbuat sesuatu. Sehingga jika ada kesalahan atau ketidaksempurnaan, mari disempurnakan bersama-sama. “Kalau ada koreksi nggak apa-apa. Karena kita tidak alergi dengan kritik. Kritik kita terima. Mari kita berkolaborasi untuk membangun Indonesia yang semakin baik ke depan,” tandasnya.

Menjawab pertanyaan soal penyusutan lahan pertanian, Moeldoko yang mencintai dunia pertanian ini mengaku adanya penyusutan lahan produktif yang tergambar dari laporan BPS, dari sekitar 7, 6 juta hektar menjadi 7, 1 juta hektar.

“Maka harus ada langkah-langkah progresif, bagaimana melakukan intensifikasi pangan dengan serius. Sehingga walaupun lahannya menyusut, tapi jumlah produksinya meningkat dengan berlipat-lipat. Di samping tentu membuat lahan-lahan baru yang bersifat substitusi,” jelasnya.

Terkait petani di Kalbar yang terdampak penurunan harga sawit dan karet. Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menghadapi harga sawit. Saat ini ada skema B-20, yakni penerapan penggunaan solar dengan campuran minyak kelapa sawit sebesar 20 persen atau biodisel 20 persen. Bagaimana pemerintah mengurangi impor solar, pada sisi yang lain bisa menggairahkan harga sawit, sehingga di B-20 ada skema bagaimana menggantikan solar dari sawit.

Berikutnya untuk karet. Presiden Jokowi telah memerintahkan menteri PUPR, bagaimana mengelola karet t sebagai bagian untuk kebutuhan aspal. “Sehingga bisa digunakan untuk membangun jalan-jalan di daerah,” tukasnya.

Sementara menjawab soal tenaga kerja asing, khususnya Tiongkok, Kepala Staf  Kepresidenan bercerita bagaimana ia mengirimkan wartawan untuk mengecek sendiri. Ternyata isu yang berkembang tidak benar. “Jumlahnya cuma 24 ribu orang. Kemudian, perbedaan gaji, lantaran setiap Sabtu dan Minggu tenaga kerja asal Tiongkok tetap bekerja, sedangkan tenaga kerja dari Indonesia memilih libur,” katanya.

Terakhir, soal makanan yang diterima para pekerja itu tidak ada perbedaan. Yang berbeda adalah menunya, karena tenaga kerja asing makan menu yang orang Indonesia tidak boleh dimakan, khususnya pekerja muslim.

“Itulah informasi-informasi yang perlu diluruskan agar tidak menjadi perbincangan-perbincangan yang tidak sehat,” tegas Moeldoko. (p/ma)