Menaker: Empat Kebijakan untuk Perkuat Akses dan Mutu Pelatihan Kerja Indonesia

By Admin

nusakini.com-- Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah tenaga kerja Indonesia pada Agustus 2016 mencapai 125,44 juta orang dari 189,10 juta penduduk Indonesia di usia kerja. Angka ini naik sekitar 0.58 poin dibandingkan dengan Agustus 2015 sebanyak 122,38 juta orang. Meningkatnya jumlah tenaga kerja tidak serta merta berdampak postif bagi dunia industri di negeri ini. 

Hal ini disebabkan karena dari 114 juta orang yang bekerja, 90 persen adalah lulusan SMA dan dibawahnya. Sementara itu pendidikan formal dan kualitas lembaga pelatihan yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan pasar kerja. 

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri menyatakan, setidaknya terdapat empat kebijakan yang bisa didorong untuk memastikan terjadinya penguatan akses dan mutu pelatihan kerja sehingga tidak terjadi mismatch antara kebutuhan dunia industri dengan tenaga kerja yang tersedia. 

“Setidaknya ada empat kebijakan yang bisa diambil untuk menguatkan akses dan mutu pelatihan kerja. Kebijakan tersebut adalah Penguatan informasi pasar kerja, pelatihan vokasional dan pemagangan, keterlibatan dunia usaha, serta kemitraan sosial”, papar Menaker Hanif dalam keynote speech Seminar Nasional bertajuk “Transformasi Pendidikan dan Pelatihan Kerja: Antara Kenyataan dan Harapan” yang diselenggarakan di Hotel Gran Melia, Jakarta, Rabu (14/12). 

Menaker menjelaskan, perubahan dunia terjadi begitu cepat, terutama karena perkembangan teknologi. Hal itu berdampak apada perubahan karakter pekerjaan juga. Oleh karena itu, perlu diadakan penyesuaian antara kompetensi pekerja dengan permintaan tenaga kerja (demand driven). 

Selain itu, Balai Latihan Kerja (BLK) sebagai lembaga pemerintah untuk melaksanakan pelatihan kerja harus ditingkatkan baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Pemagangan sistematik juga harus digalakkan, yakni pemagangan yang berbasis pada jabatan dan diakhiri dengan uji kompetensi. 

“Dunia usaha sebagai penyerap tenaga kerja harus didorong untuk melakukan investasi di bidang sumber daya manusia. Kerjasama antara dunia usaha dengan serikat pekerja juga perlu diperkuat”, tambah Menaker. 

Dalam penjelasannya, Hanif Dhakiri menegaskan bahwa tantangan Indonesia kaitannya dengan bidang ketenagakerjaan masih cukup besar. Lebih dari 60% angkatan kerja di Indonesia hanya lulusan SD/SMP. Pengertian lulusan SD/SMP ada 4 macam, yakni lulus SD, tidak lulus SD, lulus SMP, dan tidak lulus SMP. Mereka semua adalah angkatan kerja yang usianya 15 tahun keatas. Dengan pendidikan yang seperti itu akhirnya mereka terjebak apada industri padat karya level paling bawah atau terjebak di sektor informal. Kondisi mereka secara faktual masih jauh dari harapan. 

“Akses pelatihan tenaga kerja harus diperbesar dan mutunya ditingkatkan. Semua orang Indonesia pada usia sekolah harus bisa sekolah di mana saja dengan kualitas yang baik. Bagi penduduk yang masuk usia kerja, mereka harus bisa mendapatkan pelatihan kerja dimanapun dengan kualitas yang baik. Pendidikan formal dan peatihan kerja harus digenjot secara seimbang”, tegas Hanif. 

Acara yang diselenggarakan atas kerjasama Friedrich Ebert Stiftung (FES), Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI (Kemenko PMK RI ) dan Perkumpulan Prakarsa. Dalam acara tersebut dihadiri oleh Direktur INFID-Konsorsium CSO untuk Ketenagakerjaan, Research Manager Perkumpulan Prakarsa, Country Director ILO Office for Indonesia, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, Wakil Direktur Politeknik Negeri Jakarta Bidang Akademik, Direktur Jenderal Pembinaan, Pelatihan, dan Produktivitas Kemnaker, dan Presiden Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi). (p/ab)