Letnan Kolonel Untung bin Syamsuri adalah Komandan Batalyon I Tjakrabirawa yang pada tahun 1965 pernah memimpin Gerakan 30 September. Ketika menjadi Komandan Resimen 15 di Solo, ia merupakan anak buah Soeharto . Untung adalah Komandan Kompi Batalyon 444. Ia pernah mengenyam pendidikan politik dari salah satu tokoh PKI bernama Alimin. Semasa perang kemerdekaan, Untung ditugaskan di Batalyon Sudigdo di Wonogiri, Solo. Tidak berapa lama, Gubernur Militer Kolonel Sobroto memutuskan untuk memindahkan Batalyon Sudigdo ke Cepogo yang terletak di lereng gunung Merbabu.
Saat menempuh pendidikan di Akademi Militer, Letkol Untung Sutopo bin Syamsuri merupakan salah satu lulusan terbaik. Tokoh kunci Gerakan 30 September 1965 ini bersaing dengan seorang perwira muda bernama Benny Moerdani selama masa pendidikannya. Keduanya bertugas bersama dalam operasi perebutan Irian Barat. Saat itu, Untung merupakan salah satu anak buah Soeharto yang dipercaya menjadi Panglima Mandala. Karena perintah Soeharto yang menginginkan gencatan senjata, Untung dan Benny hanya satu bulan di Irian Barat.
Untung pernah menjadi Komandan Batalyon 454/Banteng Raiders di Srondol, Semarang sebelum ditarik ke Resimen Cakrabirawa. Batalyon yang dipimpinnya ini memiliki kualitas dan nilai sejarah yang tinggi. Banteng Raiders pernah dengan pasukan elite RPKAD yang dipimpin oleh Sarwo Edhie Wibowo.
Setelah meletusnya peristiwa G30S dan mereka gagal dalam operasinya, secara tidak langsung Untung tertangkap oleh dua orang anggota Armed di Brebes, Jawa Tengah setelah sempat menghilang selama beberapa bulan. Awalnya, ia tidak mengakui bahwa namanya adalah Untung. Anggota Armed yang menangkapnya pun tidak menyangka bahwa orang yang ditangkapnya itu adalah mantan Komando Operasional G30S. Identitasnya baru terungkap setelah ia mengalami pemeriksaan di markas CPM Tegal.