Tommy Winata alias Oe Suat Hong adalah salah seorang pengusaha sukses Indonesia keturunan Tionghoa. Pria yang memiliki panggilan akrab TW ini menjalankan bisnis di berbagai bidang seperti properti, konstruksi, perdagangan, perhotelan, perbankan, transportasi, dan juga telekomunikasi di bawah Grup Artha Graha yang dimilikinya. Selain itu, ia dikenal memiliki hubungan dekat dengan kalangan militer.
TW memulai usahanya dari bawah. Ia, yang dulunya merupakan seorang yatim-piatu miskin, mulai merintis hubungan bisnisnya dengan pihak militer di tahun 1972, pada saat ia dipercaya membangun kantor koramil di Singkawang. Sejak saat itu, hubungan bisnisnya dengan kalangan militer, terutama dengan beberapa perwira menengah dan tinggi, terus berlangsung.
Ia sering dipercaya mengerjakan banyak proyek seperti membangun barak dan sekolah tentara serta menyalurkan barang-barang ke markas tentara di Papua dan di tempat-tempat lain seperti Ujungpandang dan Ambon. Dalam kurun waktu sepuluh tahun, TW berhasil mengembangkan kerajaan bisnisnya dengan membangun mega proyek Sudirman Central Business District (SCBD) bernilai investasi sebesar US$ 3,25 miliar bersama Yayasan Kartika Eka Paksi milik Angkatan Darat.
Bisnisnya yang kian menggurita pun dapat dilihat dari besarnya peran TW dalam pembangunan Bukit Golf Mediterania, Kelapa Gading Square, The City Resorts, Mangga Dua Square, Pacific Place, Discovery Mall Bali, Borobudur Hotel, The Capital Residence, Apartemen Kusuma Candra, Ancol Mansion, The Mansion at Kemang, Mall Artha Gading, dan Senayan Golf Residence. Selain itu, sejumlah kapal pesiar yang dimilikinya dan usaha pariwisata yang dikelolanya di Pulau Perantara dan Pulau Matahari di Kepulauan Seribu turut mengokohkan dirinya sebagai konglomerat sukses.
Lalu, lewat PT. Sumber Alam Sutera, anak perusahaan Grup Artha Graha, TW pun menggarap bisnis benih padi hibrida dengan menggandeng perusahaan Cina, Guo Hao Seed Industry Co Ltd. sebagai mitra dan menjalin kerja sama dengan Badan Penelitian Padi Departemen Pertanian. Pusat Studi Padi Hibrida (Hybrid Rice Research Center) pun dibangun dengan dana investasi sebesar US$ 5 juta.
Namun, kesuksesan TW dalam dunia bisnis tak lepas dari beragam isu dan kasus. Ia dikabarkan termasuk satu di antara sembilan anggota mafia judi bersandi "Sembilan Naga" yang beroperasi di Indonesia, Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Makao. Pada Mei 2000, ia ditengarai menjalankan bisnis judi besar-besaran di Kepulauan Seribu sehingga Abdurrahman Wahid yang kala itu menjabat sebagai Presiden RI menyerukan agar Tommy Winata ditangkap.
Namun, saat inspeksi mendadak yang dilakukan oleh aparat dan Komisi B (Bidang Pariwisata) DPRD DKI Jakarta ke pulau itu dilaksanakan, tidak ada satupun bukti yang menunjukkan bahwa TW menjalankan bisnis perjudian di sana. Selain itu, berkaitan dengan Peristiwa 27 Juli 1996, ia dituding memiliki andil dalam penyerbuan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat karena pada malam sebelumnya, terjadi konsentrasi massa penentang Megawati di seputar Sudirman Central Business District.
Ia juga dituduh berada di balik penyerangan kantor Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) di Jakarta, pertengahan tahun 2002. Lalu, di bulan Maret 2003, TW kembali dituding menjadi tokoh di balik layar pengerahan dua ratusan massa yang berunjuk rasa memprotes tuduhan terlibatnya TW dalam peristiwa terbakarnya pasar Tanah Abang yang dimuat dalam majalah Tempo edisi 3-9 Maret 2003.
Aksi unjuk rasa ini berbuntut pada tindak kekerasan terhadap tiga wartawan Tempo dan pemimpin redaksinya serta perusakan gedung majalah dan koran tersebut. Dalam berbagai kesempatan, TW membantah seluruh tuduhan yang ditujukan padanya.