Mantan Menteri Tenaga Kerja, kelahiran Manado, 6 Juni 1949, ini pantas dijuluki sebagai seorang pelaku teladan prinsip kemajemukan. Ia teguh dalam prinsip bahwa kemajemukan adalah kekuatan dan kebersamaan adalah keniscayaan. Prinsip inilah yang dilakoni dalam jejak langkah perjalanan hidupnya, baik dalam kehidupan keluarga, terutama dalam karir politiknya. Termasuk, ketika mantan aktivis mahasiswa (GMNI) ini memilih Golkar sebagai wadah aktivitas politiknya dan saat berketetapan mengikuti konvensi calon presiden Partai Golkar 2004.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini berkeyakinan bahwa kemajemukan adalah kekuatan bangsa, bukan kelemahan. Sebab itu, kemajemukan harus dihimpun dan dikembangkan secara sinergis menjadi kekuatan bangsa. Kemajemukan telah terangkai menjadi mozaik Indonesia dan keindonesiaan yang sangat indah sebagaimana tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Mantan Menteri Negara Perumahan dan Pemukiman ini memang dibesarkan dalam budaya kemajemukan. Ia lahir dari keluarga etnis Minahasa, yang beragama Kristen tetapi sejak kecil ia selalu memilih organisasi yang menampung kemajemukan, seperti Pramuka, GSNI, GMNI, KNPI, AMPI dan Golkar. Ia selalu ingin bergaul dengan orang yang berbeda latar belakang dengannya. Sehingga ketika sudah dewasa, ia sungguh menikmati kemajemukan atau pluralisme sebagai kekuatan dan anugerah dari Tuhan.
Menurut alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), ini dalam percakapan dengan Wartawan TokohIndonesia.Com di rumah kediamannya, Jalan Tjut Njak Dien, Jakarta, Jumat 10 Oktober 2003, kemajemukan harus dihargai dan dimanfaatkan menjadi suatu potensi dan kekuatan untuk membangun bangsa ini. Kepentingan bangsa harus ditempatkan di atas kepentingan golongan atau kelompok, agama, suku, etnik, ras, asal-usul dan budaya. Dalam hal ini harus terbina kebersamaan yang memadukan hal-hal yang baik dari semua unsur-unsur kemajemukan itu menjadi suatu kekuatan.
Kemajemukan jua termasuk perbedaan yang mendorong untuk menjadi lebih kreatif. Menurutnya seseorang bukan dilihat dari suku atau agamanya, tetapi dilihat dari kemampuan, komitmen dan idealisme membangun bangsa. Kita harus belajar hidup bersama dalam perbedaan bukan mematikan perbedaan. Prinsip kemajemukan ini pula salah satu alasan utama dirinya saat memilih Golkar sebagai wadah aktivitas politiknya. Termasuk hal yang mendorongnya berketetapan untuk mengikuti proses pencalonan presiden melalui Konvensi Partai Golkar.