Profile

Teuku H. Muhammad Hasan

Tempat Lahir : Sigli, Aceh

Tanggal Lahir : 04/04/1906


Description

Teuku Muhammad Hasan adalah Gubernur Wilayah Sumatera pertama setelah Indonesia merdeka. Teuku Muhammad Hasan juga pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1948 hingga tahun 1949 dalam Kabinet Darurat. Selain itu dia dikenal sebagai seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia. Teuku Muhammad Hasan dilahirkan dengan nama Teuku Sarong pada tanggal 4 April 1906 di Sigli, Aceh. Dia adalah putra Teuku Bintara Peneung Ibrahim dengan Tjut Manyak. Ayahnya, Teuku Bintara Pineung Ibrahim adalah Ulèë Balang di Pidie (Ulèë Balang adalah bangsawan yang memimpin suatu daerah di Aceh). Setelah berumur delapan tahun, Teuku Muhammad Hasan mulai memasuki pendidikan formal, yakni Sekolah Rakyat (Volksschool) di Lampoih Saka pada tahun 1914. Pendidikan dasarnya ini ditempuh selama dua tahun. Pada tahun 1917, T.M.Hasan diterima di sekolah milik Belanda Europeesche Lagere School (ELS) dan diselesaikannya pada tahun 1924. Selepas menyelesaikan studinya di ELS, Hasan melanjutkan sekolah menengah di Koningen Wilhelmina School (KWS) di Batavia yang kemudian dilanjutkan dengan pendidikan di Rechtschoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) Batavia. Pada usia 25 tahun, T.M. Hasan memutuskan untuk bersekolah di Leiden University, Belanda. Selama di Belanda, dia bergabung dengan Perhimpunan Indonesia yang dipelopori oleh Muhammad Hatta, Ali Sastroamidjojo, Abdul Madjid Djojodiningrat dan Nasir Datuk Pamuntjak. Selain kesibukannya sebagai mahasiswa, Hasan juga menjadi aktivis yang mengadakan kegiatan-kegiatan organisasi baik di dalam kota maupun di kota-kota lain di Belanda. T.M. Hasan berhasil menyelesaikan studinya di Leiden University dan mendapatkan gelar Meester in de Rechten (Master of Laws) pada tahun 1933. Pada tahun 1933, T.M Hasan kembali ke Indonesia. Dia kemudian memilih untuk tinggal di Kutaraja dan menjadi pegiat di bidang agama dan pendidikan. Di bidang agama, T.M Hasan bergabung dengan organisasi Islam Muhammadiyah sebagai konsul di bawah pimpinan R.O. Armadinata. Pada era ini, Muhammadiyah berhasil mendirikan perkumpulan perempuan yakni Aisyiyah, Hizbul Wathan, dan sebuah lembaga pendidikan setimgkat Hollandsch-Inlandsche School atau HIS. Selain aktif di Muhammadiyah, T.M Hasan juga aktif dalam dunia pendidikan. T.M Hasan merupakan salah satu tokoh pelopor berdirinya organisasi Atjehsche Studiefonds (Dana Pelajar Aceh) yang bertujuan untuk membantu anak-anak Aceh yang cerdas tetapi tidak mampu untuk sekolah. T.M Hasan juga pernah dipercaya untuk menjadi komisaris organisasi pendidikan yang bernama Perkumpulan Usaha Sama Akan Kemajuan Anak (PUSAKA) dimana organisasi ini bertujuan untuk mendirikan sebuah sekolah rendah berbahasa Belanda seperti Hollandsch-Inlandsche School. Dalam dunia kependidikan, T.M Hasan mendirikan Perguruan Taman Siswa di Kutaraja pada tanggal 11 Juli 1937. Dalam kepengurusan lembaga yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara ini, T.M Hasan menjadi ketua dengan sekretaris Teuku Nyak Arief. Beberapa tahun kemudian, T.M Hasan meninggalkan Kutaraja karena menerima tawaran bekerja di Batavia sebagai pengawai di Afdeling B, Departemen Van Van Onderwijsen Eiredeienst (Departemen Pendidikan). Pada tahun 1938, T.M Hasan kembali lagi ke Medan untuk bekerja pada kantor Gubernur Sumatera sampai tahun 1942. Selama era penjajahan Jepang ini, yakni antara tahun 1942 sampai 1945, T.M Hasan tetap berada di Medan dan bekerja sebagai Ketua Koperasi Ladang Pegawai Negeri di Medan, kemudian menjadi Penasehat dan Pengawas Koperasi Pegawai Negeri di Medan dan Pemimpin Kantor Tinzukyoku (Kantor permohonan kepada Gunsaibu) di Medan. Pada tanggal 7 Agustus 1945 Mr. Teuku Muhammad Hasan dipilih menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Setelah kemerdekaan berhasil dipertahankan, pada tanggal 22 Agustus 1945, Teuku Muhammad Hasan diangkat menjadi Gubernur Sumatera I dengan ibukota provinsi di Medan. Teuku Muhammad Hasan juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)/Menteri Dalam Negeri/Menteri PPK/Menteri Agama saat terjadi Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan penangkapan para pemimpin, seperti Soekarno, Hatta dan Syahrir.