Profile

Sri Wulandari Mangunsarkoro


Description

Nama Nyi Sri Wulandari Mangunsarkoro mungkin tidak banyak diketahui oleh banyak orang tidak seperti pahlawan wanita lainnya semisal RA Kartini. Namun siapa sangka, sepak terjang dan kontribusi istri Ki Mangunsarkoro ini di dunia pendidikan terutama dalam hal pemberdayaan perempuan bisa dibilang sudah sangat banyak. Bagi para tokoh yang berkecimpung dalam bidang pergerakan wanita, sosok Nyi Sri Wulandari Mangunsarkoro dikenal sebagai seorang tokoh feminis yang gigih dan pantang menyerah dalam memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia melalui beberapa organisasi pergerakan perempuan. Seiring dengan perjuangan suaminya Ki Mangunsarkoro di bidang pendidikan nasional, Nyi Sri Mangunsarkoro yang pernah dipercaya untuk menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan pada tahun 1949-1950. Dia juga aktif berjuang untuk meningkatkan taraf hidup para perempuan di zamannya. Sejalan dengan Kongres Pemuda pada tahun 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda, gerakan wanita terus berkembang dan menyesuaikan dinamikanya dengan perkembangan perjuangan kebangkitan bangsa. Para tokoh perempuan pada masa itu juga tidak mau ketinggalan untuk ambil andil dalam usaha kebangkitan bangsa termasuk Nyi Sri Mangunsarkoro. Pada tanggal 22 Desember, bersama para tokoh feminis yang lain, Nyi Sri Mangunsarkoro berhasil menggelar Kongres Perempuan Indonesia yang pertama di Yogyakarta dan pada tahun 1035, Nyi Sri Mangunsarkoro juga sukses mengadakan Kongres Perempuan Indonesia yang kedua di Jakarta. Dari kongres kedua inilah diputuskan untuk mendirikan Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan yang berfungsi berfungsi meningkatkan dan mengusahakan kesejahteraan kaum perempuan. Pada tahun 1948, atas inisiatif Nyi Sri Mangunsarkoro, Partai Wanita Rakyat pun berdiri. Partai yang berazaskan ketuhanan, kerakyatan, kebangsaan dan mempunyai program perjuangan yang sangat militan. Pada Kongres Perempuan Indonesia tahun 1952 di Bandung, Nyi Sri Mangunsarkoro mengusulkan pendirian monumen untuk memperingati Kongres Perempuan I 1928 di Yogyakarta. Monumen tersebut tidak berwujud tugu atau monumen, namun berbentuk gedung agar dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas kaum perempuan yang berperan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangunan yang terdiri dari beberapa kompleks bangunan ini kemudian diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 22 Desember 1983 dan diberi nama Gedung Mandala Bhakti Wanitatama.