Semua warga negara Indonesia hampir pasti mengenal sosok Siti Hardiyanti Rukmana, atau lebih populer sebagai Mbak Tutut. Putri mantan presiden Soeharto ini termasuk yang paling aktif berkecimpung di dunia politik dan bisnis, dibandingkan dengan saudara-saudarinya.
Pernah menjabat sebagai Menteri Sosial saat Indonesia mengalami masa-masa sulit, Mbak Tutut kala itu aktif turun ke bawah menyaksikan langsung bagaimana dampak krisis moneter menimpa seluruh rakyat kalangan bawah. Beliau lalu membagi-bagikan sembako, kupon makan murah di warung tegal, mempopulerkan gerakan cinta rupiah, dan berbagai kegiatan lain yang diharapkan bisa menahan kelaparan besar yang sedang menimpa bangsa.
Menjelang dekade 1990-an, MbakTutut mulai dipersiapkan oleh sang ayah untuk tampil menghadapi publik. Tetapi beliau tidak sepenuhnya menurut saja pada mantan Presiden Soeharto, karena selain sebagai publik figur Tutut juga memiliki 3 orang anak yang kala itu masih usia sekolah dan harus mendapat perhatian penuh.
Memang di luar dunia perpolitikan, wanita kelahiran tahun 1949 ini dikenal sangat tekun mengurus keluarganya. Tutut mendidik anak-anaknya sama persis dengan bagaimana dahulu Pak Harto dan Ibu Tien Soeharto mendidik Tutut dan adik-adiknya, terutama jika menyangkut urusan keluarga, hingga dapat tercipta suasana rukun dan harmonis. Demikian pula ajaran ayahnya tentang kepemimpinan, Tutut merasa sangat beruntung dapat belajar dari ayahnya sendiri yang notabene adalah presiden terlama yang pernah memimpin negeri ini.
Sepeninggal sang ayah, Siti Hardiyanti Rukmana lebih memilih untuk fokus di dunia bisnis dan sosial. Ia juga menjadi calon presiden dan juru kampanye Partai Karya Peduli Bangsa yang turut serta dalam Pemilu 2004. Partai ini didukung oleh mantan pejabat-pejabat Orde Baru yang dikenal sangat dekat dengan Soeharto, seperti Jenderal (Purn.) R. Hartono.
Menjelang Pemilu 2004 Tutut hadir menjadi politisi baru mewakili trah Pak Harto. Isu yang diserukan oleh Tutut dan segenap jajaran teras PKPB adalah besarnya kerinduan masyarakat untuk kembali mengalami kehidupan yang tenang, damai, sejahtera, berkecukupan, dan berketuhanan. Kehidupan seperti itu pernah disajikan oleh rezim Orde Baru yang dipimpin Pak Harto selama 32 tahun. Tutut tidak membawa sedikitpun paham ideologi Soehartoisme.
Pada bulan April 2011 beliau menggugat PT Berkat Karya Bersama (BKB) dan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), dua anak usaha PT Media Nusantara Citra (MNC) senilai Rp 3,4 triliun. Tutut mengugat sebab menurutnya 75 saham miliknya di TPI direbut secara tidak sah, sehingga saham milik putri tertua anak Mantan Presiden Soeharto ini tinggal 25 persen.
Dalam putusannya kemudian, majelis hakim menegaskan bahwa status TPI dikembalikan pada situasi sebelum Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Pertama yang digelar pada Maret 2005. Majelis hakim juga menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi Rp 680 miliar dengan bunga 6 persen tiap tahun.