Nama lembaga bimbingan belajar Primagama pasti sudah tidak asing lagi. Banyaknya cabang di satu kota membuat nama lembaga bimbingan belajar ini dengan cepat dihapal dan dicari banyak orang. Percaya atau tidak, ada satu orang di belakang berdirinya nama lembaga bimbingan yang kini mempunyai lebih dari 200 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia tersebut, Purdi E. Chandra.
Purdi E. Chandra lahir di Lampung, 9 September 1959. Ia bukan sarjana dengan peraih IPK cumlaude. Ia juga bukan lulusan dari universitas negeri ternama yang ada di Indonesia. Tetapi ia adalah sosok pengubah dunia dengan segudang strategi bisnis jitu. Namanya mulai dikenal publik saat ia membangun sebuah lembaga bimbingan belajar kenamaan yang kini hampir tersebar di seluruh pelosok desa di Indonesia. Sebuah lembaga bimbingan belajar yang berawal dari ketepatan analisis otak kanannya.
Purdi, begitu ia kerap disapa, 'hanyalah' seorang lulusan SMA. Di jenjang kuliah, ia beberapa kali berpindah-pindah jurusan dari satu universitas ke universitas lain. Diakui olehnya, metode pembelajaran yang didapatkan di bangku kuliah adalah metode belajar yang membosankan. Sehingga ia memutuskan untuk keluar dari jenjang kuliah dan mulai mencoba berbisnis.
Gagal meraih gelar sarjana bukan berarti Purdi tak bisa mencoba bidang lain untuk mendapatkan pundi emas. Berawal dari tahun 1982, Purdi memulai usahanya dengan membuka lembaga bimbingan belajar yang saat itu ia rasa sangat dibutuhkan bagi banyak siswa sekolah yang akan melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Saat itu, ia hanya membuka dua kelas, dimana ia menyewa satu tempat kecil yang disekat menjadi dua. Muridnya hanya dua.
Namun, berkat ketelatenannya, lembaga pendidikan yang ia dirikan berkembang dengan pesat hanya dalam kurun waktu dua tahun. Banyak orang mulai mengenal nama Primagama. Purdi mengakui, sistem yang ada di Primagama merupakan sistem yang banyak dicari orang. Ia mengungkapkan bahwa sistem jaminan diri yang ada di Primagama membuat banyak orang tua siswa berduyun-duyun mendaftarkan anaknya.
Dengan jaminan 90% lulus dan jika tidak lulus uang kembali, Purdi menyiasati dengan mengangkat para pengajar atau tentor yang pintar untuk memfasilitasi siswa sekolah yang mendaftar di lembaga bimbingan belajarnya.
Setiap tahunnya, Primagama semakin berkembang. Purdi sadar bahwa bisnis yang ia rintis membuahkan hasil. Dengan cepat ia tanggap, lembaga bimbingan belajarnya mulai dikembangkan dengan sistem waralaba atau franchise dimana orang-orang yang membuka dan memakai merek lembaganya akan membayar merek dan royalti setiap bulannya. Tentunya cara ini semakin menambah pundi-pundi emas, Purdi percaya bahwa bisa jadi suatu saat nama lembaga bimbingan belajarnya bisa menjadi global sekaliber McDonald, makanan cepat saji yang sudah mendunia.
Modal utama menjadi seorang pengusaha adalah berani. Purdi menuturkan bahwa ia mulai mengembangkan bakat bisnisnya sejak ia masih duduk di bangku SMP. Saat itu, ayah dari Fesha dan Zidan ini beternak bebek dan ayam yang kemudian telurnya ia jual di pasar. Ia menambahkan, menjadi seorang pengusaha haruslah berani gagal. Karena dengan mengalami banyak kegagalan artinya kita tidak berhenti untuk mencoba dan semakin banyak kegagalan, maka kita semakin dekat satu langkah menuju keberhasilan.
Bahkan, tak hanya berani untuk gagal, menjadi seorang pengusaha juga harus berani untuk mencoba. Sedikit saja keberanian untuk mencoba hal-hal yang baru, maka akan banyak hal-hal baru yang lebih besar yang akan didapat.
Suami dari Triningsih Kusuma Astuti mengungkapkan bahwa semua orang berpotensi menjadi seorang pengusaha tanpa perlu gelar sarjana sekalipun. Kuncinya, jika ia berani untuk mencoba, gagal, dan optimis, maka ia layak untuk berwirausaha.
Menjadi seorang pebisnis dengan omzet sekitar Rp 600 juta per bulan membuat Purdi berkeinginan membantu banyak orang dalam mengembangkan ide bisnis. Baginya, melihat, mencoba, bahkan menjiplak karya orang lain itu sah. Yang membedakan hanyalah bagaimana nantinya kita bereksperimen dan berinovasi untuk memajukan usaha yang kita rintis.
Idenya untuk membantu banyak orang dalam mengembangkan bisnis membuat dirinya berpikiran untuk membentuk suatu lembaga kewirausahaan. Maka ia mendirikan Enterpreneur University (EU) ia mengajarkan strategi bisnis dibalut dengan pembelajaran mengenai pengembangan kecerdasan emosional, spiritual, kreativitas, dan intuisi bisnis.
Ia mengaku telah meluluskan banyak angkatan tanpa ijazah dan nilai akhir dari mata kuliah kewirausahaan yang ia ajarkan selama enam bulan dengan dua kali tatap muka per minggunya ini. Mimpinya, ia akan melahirkan banyak pengusaha baru yang dapat membantu menggiatkan iklim investasi di Indonesia, tutur mantan ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini.