Pierre Tendean merupakan seorang kapten militer yang menjadi salah satu korban G30S-PKI. Ia merupakan anak dari A.L. Tendean asalah Minahasa dan Cornel M.E. yang merupakan keturunan Belanda-Perancis. Ayahnya adalah seorang dokter di Jakarta, Tasikmalaya, Cisarua, Magelang dan Semarang. Kapten P Tendean mengenyam sekolah dasar di Magelang lalu melanjutkan SMP dan SMA di Semarang. Sejak di sekolah, ia sangat ingin masuk dalam Akademi Militer Nasinal, namun orang tuanya menginginkan nya untuk menjadi seorang dokter seperti ayahnya atau seorang insinyur. Karena tekatnya yang kuat, ia pun berhasil bergabung dengan Akademi Teknik Angkatan Darat pada 1958.
Menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan merupakan tugas pertamanya setelah menamatkan pendidikan Akmil Jurtek-nya pada tahun 1962. Tugas ini dipegangnya hanya setahun karena dirinya kemudian mengikuti pendidikan Sekolah Intelijen. Ia dikirim di garis depan massa konfrontasi dengan Malaysia yang dikenal dengan istilah 'dwikora' di mana ia memimpin kelompok sukarelawan di beberapa titik di tanah air. Sejak saat itu ia dipromosikan menjadi Letnan Satu/ Lettu dan pengawal pribadi Jendral Abdul Haris Nasution.
Pada saat terjadi kerusuhan G30S, ia pun tak luput dari kejaran pada anggota PKI. Pada pagi hari pada 1 Oktober 1965,Pierre sedang tidur di ruang belakang rumah Jenderal Nasution. Suara tembakan dan ribut-ribut membuatnya terbangun dan berlari ke bagian depan rumah. Sementara gerombolan PKI yang sudah kelabakan karena tidak menemukan Nasution yang sudah sempat melarikan diri, kemudian bertemu dengan Pierre Tendean. Lalu dia mengaku bahwa dirinya Nasution, hal tersebut dilakukan untuk melindungi atasannya.
Esoknya, dia bersama enam perwira lainnya ditemukan telah menjadi mayat di satu sumur tua di daerah Lubang Buaya. Ketujuh Perwira Angkatan Darat itu kemudian dimakamkan di Taman Makam
pahlawan Kalibata, Jakarta. Atas jasa-jasanya kepada negara, Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Andreas Tendean dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi berdasarkan SK
Presiden RI No. 111/KOTI/Tahun 1965, tgl 5 Oktober 1965