Opu Daeng Risaju ketika kecil dikenal sebagai Famajjah. Ia dilahirkan di Palopo pada tahun 1880, dari hasil perkawinan antara Opu Daeng Mawellu dengan Muhammad Abdullah to Barengseng. Nama Opu Daeng Risaju merupakan symbol kebangsawanan kerajaan Luwu. Opu mendapatkan gelar ini ketika ia sudah menikah dengan suaminya, H Muhammad Daud.
Walaupu tidak pernah mendapat pendidikan formal seperti sekolah Belanda, Opu sejak kecil sudah banyak belajar tentang ilmu agama dan budaya. Ia memang seorang yang “buta huruf” latin, namun ia banyak belajar tentang Al-Qur’an, Fiqh, nahwu, sharaf, dan balaghah. Karena beliau hidup di lingkungan bangswan, beliau juga belajar nilai-nilai moral dan tingkah laku.
Pada tahun 1927, Opu memulai karir organisasi politik dengan menjadi anggota Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) cabang Pare-Pare. Dari keaktifannya sebagai anggota, Opu kemudian terpilih sebagai ketua PSII Wilayah Tanah Luwu Daerah Palopo pada tanggal 14 Januari 1930. Dalam masa kepemimpinannya di PSII, Opu berjuang dengan agama sebagai landasannya. Karena perjuangannya, ia mendapat simpati dan dukungan yang besar dari rakyat.
Karena dukungan dari rakyat yang sangat besar, pihak Belanda mulai menahan Opu agar tidak melanjutkan perjuangannya di PSII. Pihak Belanda yang bekerja sama dengan controleur afdeling Masamba menganggap Opu menghasut rakyat dan melakukan tindakan provolatif agar rakyat tidak lagi percaya kepada pemerintah. Akhirnya, Opu diadili dan dicabut gelar kebangsawanannya. Tidak hanya itu, tekanan juga diberikan kepada suami dan pihak keluarga Opu agar menghentikan kegiatannya di PSII. Setelah berbagai ancaman dari pihak Belanda untuk Opu agar ia menghentikan kegiatan di PSII, Opu akhirnya dipenjara selama 14 bulan pada tahun 1934.
Opu kembali aktif pada masa Revolusi. Opu dan pemuda Sulawesi Selatan berjuang melawan NICA yang kembali ingin menjajah Indonesia. Karena keberaniannya dalam melawan NICA, Opu menjadi buronan nomor satu selama NICA di Sulawesi Selatan. Akhirnya Opu pun tertangkap di Lantoro sehingga ia dibawa ke Watampone dengan berjalan 40 km. Akibat penyiksaan dari Belanda dan Ketua Ditrik Bajo saat itu, ia menjadi tuli dan dijadikan tahanan luar. Opu wafat pada tanggal 10 Februari 1964. Ia dimakamkan di perkuburan raja-raja Lokkoe di Palopo.