Anak keempat dari sembilan bersaudara pasangan H. Usman Abul dan Cholijah ini dikenal gigih dan pantang menyerah. Dialah Marzuki Usman yang lahir di Mersang, Jambi, 30 Desember 1943 yang lalu.
Dari kegigihan Usman-lah, sejumlah inovasi bisa dikembangkan di beberapa departemen pemerintahan. Ia ahli dalam bidang keuangan.
Awalnya Usman tidak pernah bercita-cita menjadi seorang ekonom. Pria yang lebih banyak menghabiskan masa kecilnya untuk mencari uang dari tumpangan perahu di Sungai Batanghari ini lebih tertarik menjadi dokter gigi. Sayangnya ia tidak lulus tes, dan membuatnya terpaksa masuk Fakultas Ekonomi di Universitas Gajah Mada.
Setelah meraih gelar sarjana tahun 1969, Usman ditawari dekannya, Sukadji Ranuwihardjo mengambil gelar master di University of the Philippines. Marzuki yang semangat lalu kursus bahasa Inggris dan pulang ke kampung halamannya. Warga kampungnya gembira memiliki anak desanya yang hendak bersekolah ke luar negeri. Mereka lantas beramai-ramai mengumpulkan uang dengan melelang karet untuk bekal Marzuki. Ia juga pamit pada Gubernur Jambi dan mendapat tambahan uang saku. Dan dengan uang secukupnya, ia berani kembali ke Yogya naik pesawat. Sayangnya, cita-cita yang sudah di depan mata itu melayang. Menurut Sukadji, Marzuki tak lulus tes dan batal ke Filipina. Tak mau lama-lama terpukul, Marzuki pun mengirim 40 lamaran sekaligus. Usahanya tak sia-sia, ia diterima di Departemen Keuangan. Akhirnya, atas bantuan Sumarlin dan Ali Wardhana, Marzuki bisa meraih beasiswa Ford Foundation untuk kuliah di Duke University, Durham, North Carolina, Amerika, hingga meraih gelar Master od Arts in Economics di tahun 1975.
Karir Marzuki di Departemen Keuangan begitu gemilang. Mulai dari Staf Direktorat Jenderal Keuangan tahun 1969, ia lalu dipercaya sebagai Direktur Investasi dan Kekayaan Negara dan Direktur Lembaga Keuangan dan Akuntansi di Direktorat Jenderal Moneter di tahun 1977-1988. Setelah itu, ia dipercaya lagi menduduki jabatan sebagai Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) hingga tahun 1991.
Di sinilah ia banyak meraih prestasi. Dengan strategi cerdasnya, kinerja BEJ meningkat drastis. Pada masa ini terjadi booming investasi di BEJ yang luar biasa. Sekitar 140 perusahaan berani melempar saham ke Pasar Modal. Marzuki pun terkena kritik karena Bapepam dianggap terlalu mudah meloloskan perusahaan untuk go public. Aturan yang sangat berani tersebut membuatnya banyak dikritik hingga akhirnya jabatan itu terpaksa ditinggalkannya setelah ia dimutasi ke Badan Pendidikan dan Latihan Departemen Keuangan (BPLK), lembaga setingkat Bapepam, eselon 1. Keberhasilannya di sini dilirik oleh Departemen Keuangan yang selanjutnya mengangkat Marzuki menjadi Presiden Komisaris Bursa Efek Jakarta (BEJ) setelah meninggalnya presiden terdahulu, Oscar Suryaatmadja akhir 1993.
Karirnya terus berlanjut. Suami Aswarni yang menikah tahun 1972 ini dipilih menjadi Kepala Badan Analisa Keuangan dan Moneter Departemen Keuangan (1995-1998). Setelah itu ia diangkat sebagai Sekretaris Menteri Negara Pendayagunaan BUMN, setelah sebelumnya menjadi Ketua Delegasi Indonesia di WTO untuk sektor jasa-jasa di Genewa Switzerland.
Jabatan ini tidak lama. Masa pemerintahan Presiden Habibie, Marzuki diangkat lagi sebagai Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya menggantikan Abdul Latief (21 Mei 1998 - 26 Oktober 1999). Kemudian menjadi Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM. Di samping itu ia juga menjadi Menteri Perhubungan ad interim dan Menteri Kehakiman ad interim.
23 Oktober 2000 - 22 Juli 2001, Marzuki diangkat Presiden Abdurahman Wahid sebagai Menteri Kehutanan RI ke-7 menggantikan Nur Mahmudi Ismail. Bapak lima anak yang sudah bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa ini kemudian mencoba peruntungan di dunia politik praktis. Ia masuk pencalonan Gubernur DKI Jakarta periode 2002-2007. Sayangnya, ia kalah pamor dari Sutiyoso yang mendapat dukungan kuat Megawati Soekarnoputri.
Masih banyak pekerjaan untuk Marzuki. Ia diberi kepercayaan untuk menjadi Penasehat Senior BEJ per tahun 1996 sampai seumur hidup, menjadi Penasehat Senior PT Moores Rowland Indonesia mulai 2003, Komisaris Independen dan Tim Audit PT Sari Husada Tbk, Penasehat Senior Pemerintah Kabupaten Tabanan, Bali mulai September 2004, yang kemudian disusul sebagai Penasehat Senior PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), Ketua Dewan Pembina Indonesian Senior Executives Association (ISEA), Ketua Economic Association of Indaonesia & India (ECAII), Anggota Dewan Penasehat Duke Islamic Studies Center (DISC), Wakil Ketua Dewan Pembina Sekolah Tinggi Ekonomi Keuangan Penbankan Indonesia (STEKPI), Wakil Ketua Dewan Pembina Institute Pendidikan Manajemen Indonesia (IPMI).
Dengan ilmu yang dimilikinya, Marzuki juga pernah menjadi dosen di UGM dan UI. Ia juga mengajar pada Program Perencanaan Nasional, Sekolah Tinggi Ekonomi, dan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia. Ia juga menjabat sebagai Anggota Dewan Nasional pada Institut Bankir Indonesia, Anggota Dewan Penyantun IPMI, dan Anggota Dewan Pembina Program Magister Manajemen Universitas Gajah Mada.