Iswadi Pratama adalah seorang sastrawan Indonesia yang berasal dari Lampung. Anak kelima dari enam bersaudara ini mulai menulis dan suka membaca buku-buku karya sastra sejak kelas lima sekolah dasar. Kala itu, dalam suatu kesempatan ia pernah dimarahi ibunya karena tidak menjalankan tugas memasak untuk makan keluarga. Dia lebih asyik dengan buku-buku sastra, sampai terciptalah penggalan kalimat Bunga tumbuh di halaman layu di hatiku.Hal itu kemudian menjadi pemicu baginya untuk lebih banyak belajar di bidang sastra.
Salah seorang mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ketika masih kuliah ini juga sempat aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Bahasa dan Seni (UKMBS), dan sebagai anggota pada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Iswadi juga dikenal sebagai seniman yang menekuni dua bidang seni sekaligus, yaitu sastra dan teater. Iswadi mengaku bahwa dengan menekuni dua bidang seni sekaligus, ia dapat menghindari kejenuhan. Jika sedang jenuh menulis sastra, ia bisa mengeksplorasi ide-idenya ke dalam teater, dan begitu juga sebaliknya. Dedikasinya yang besar dalam perkembangan teater di Lampung ditunjukkannya dengan memelopori Festival Teater Pelajar dan Arisan Teater Pelajar di Lampung.
Prestasi terbesar yang pernah diraih Iswadi adalah menjadi nominasi 10 besar lomba puisi kemerdekaan di stasiun televisi swasta (AN-Teve). Ia juga berpartisipasi dalam seminar pertunjukan Indonesia, temu ilmiah ke III Masyarakat Seni Pertunjukan di Taman Ismail Marzuki (TIM) November 1992, kemudian mengikuti Festival Seni Tari Mahasiswa tingkat nasional Padangpanjang pada Januari 1993 dan festival teater tingkat nasional pertama di Surabaya.
Sebagai penyair, Iswadi dinilai sebagai penyair liris terbaik yang dimiliki Lampung dan karya-karyanya banyak menginspirasi dan membuka ingatan-ingatan pembaca. Selain itu, puisi-puisi Iswadi bersifat humanis dan terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari serta mudah untuk dipahami.