Nama Inu Kencana Syafiie memang tidak setenar nama Moammar Emka, namun Inu juga merupakan seorang penulis kontroversial. Mantan staf pengajar STPDN (sekarang IPDN) ini meluncurkan buku berjudul IPDN Undercover yang mengungkapkan tentang borok-borok yang ada di dalam sekolah praja tersebut.
Pak Inu yang saat ini menjadi staf pengajar dan rektor di Universitas Pandanaran ini merupakan penulis buku yang aktif. Buku tulisannya adalah:
Al-Quran, Sumber Segala Disiplin Ilmu (Gema Insani Press, Jakarta – 1991)
Pengantar Ilmu Pemerintahan (Eresco, Bandung – 1992)
Etika Pemerintahan (Rineka Cipta, Jakarta – 1993)
Sistem Pemerintahan Indonesia (Rineka Cipta, Jakarta – 1994)
Filsafat Kehidupan (Bumi Aksara, Jakarta – 1995)
Ilmu Pemerintahan dan Al-Quran (Bumi Aksara, Jakarta – 1995)
Hukum Tata Negara (Pustaka Jaya, Jakarta – 1995)
Ilmu Pemerintahan (Mandar Maju, Bandung – 1996)
Al-Quran dan Ilmu Politik (1997)
Al-Quran dan Ilmu Administrasi (1997)
Ilmu Administrasi Publik (1998)
Logika, Etika, dan Estetika Islam (Pertja, Jakarta – 1999)
Ekologi Pemerintahan (Pertja, Jakarta – 2000)
Analisis Politik Pemerintahan (Pertja, Jakarta – 2000)
Manajemen Pemerintahan (Pertja, Jakarta – 2000)
Filsafat Pemerintahan (Pertja, Jakarta – 2000)
SANRI (Bumi Aksara, Jakarta – 2003)
Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia (Refika Aditama, Bandung – 2003)
Birokrasi Pemerintahan Indonesia (Mandar Maju, Bandung – 2003)
Pengantar Filsafat (2005)
Filsafat Politik (2005)
Ensiklopedia Pemerintahan (2005)
IPDN Undercover (Progessio Syaamil, Bandung – 2007)
Bukan hal mudah untuk merampungkan IPDN Undercover. Banyak ancaman yang diterima oleh Pak Inu dan juga keluarganya. Dari ancaman diasingkan hingga ancaman pembunuhan.
Berawal pada tahun 1996, Pak Inu ditugaskan untuk menjadi dosen tetap STPDN Jatinangor. Di sana Pak Inu melihat berbagai borok yang rupanya ditutup-tutupi dari pandangan masyarakan luar. Hingga akhirnya sebuah pemicu muncul. Kematian praja Wahyu Hidayat pada tahun 2003 membuat hatinya yang terusik mendapatkan keberanian untuk membongkar keborokan tersebut.
Pak Inu melaporkan kasus kematian tidak wajar Wahyu kepada pihak kepolisian, bahkan sampai ke pihak Departemen Dalam Negeri. Setelah melakukannya, hampir semua pejabar STPDN marah kepada Inu. Bahkan, beberapa mahasiswa mengancam akan membunuhnya secara diam-diam.
Inu kembali beraksi pada bulan Agustus 2006, saat dia melihat daftar mahasiswa yang membunuh Wahyu masuk ke daftar wisudawan. Inu menghubungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Andi Mallarangeng, sang juru bicara kepresidenan. Akhirny, 10 tersangka kasus pembunuhan Wahyu dicabut gelar akademiknya, dua hari setelah Presiden melantik mereka dalam acara wisuda.
April 2007, sekali lagi terjadi skandal kasus kematian di IPDN. Kali ini, Cliff Muntu, seorang praja asal Sulawesi, yang tewas diduga karena dianiaya oleh seniornya. Pihak IPDN selalu menghalangi usaha otopsi dan berdalih kematian Cliff akibat penyakit liver. Namun, menurut otopsi rumah sakit, jenazah Cliff sempat disuntik dengan formalin untuk menghilangkan jejak.
Tindakan Inu yang gigih membongkar kejahatan yang terjadi di IPDN membuatnya ditegur oleh pembantu rektor, I Nyoman Sumaryadi. Ternyata, I Nyoman Sumaryadi juga terlibat dalam kasus pembunuhan Cliff.
Meski berulang kali ditegur bahkan diberi sanksi larangan mengajar, Inu tak berhenti mengejar keadilan. Tanpa kenal takut, Inu memanfaatkan dukungan media untuk menentang ketidakadilan dalam kampus.