Iman Taufik, salah seorang tokoh insinyur Indonesia yang telah menginisiasi industri fabrikasi dalam negeri untuk menghasilkan pabrik-pabrik yang bisa dikirimkan ke luar negeri, lewat laut. Iman memulai usahanya dengan mendirikan PT. Gunanusa Utama Fabricator.
Awalnya Iman ingin menjadi seorang perwira angkatan laut, tetapi karena kesehatan mata yang kurang memenuhi syarat dia menempuh pendidikan di ITB jurusan teknik mesin. Kehidupan yang keras membuat dia harus memenuhi biaya hidup dengan menjadi montir. Semasa kuliah dia juga terlibat aktif dalam organisasi kampus.
Selepas dari ITB, Iman mulai meniti kariernya di PT Caltex Pacific Indonesia sebagai kepala mekanikal engineer atau manajer proyek pada banyak sumur kilang dan jaringan pemipaan. Pada 1971, ayah tiga anak itu mendapat tawaran dari IIAPCO (Independent Indonesian American Petroleum Co.) sebagai Chief Offshore Engineer. Tidak disia-siakan, tawaran ini langsung diterimanya, meski hanya untuk kurang lebih satu tahun saja. Di sini, Iman menangani beberapa pengilangan lepas pantai. Kemudian pada 1972 ia menerima tawaran dari RJ Brown & Associates, Singapura sebagai Direktur Teknik. Dia tak bekerja lama di sini, tawaran menggiurkan pun datang menghampiri pria 70 tahun tersebut.
Sebelum Iman menandatangani kontrak yang diberikan oleh Petromer Trend, secara kebetulan ia bertemu dengan Basuki Wiwoho, Warga Negara Indonesia lulusan Amerika yang juga ahli dalam bidang migas. Basuki menunjukkan lembaran kertas kontrak dari Pertamina yang juga belum ditandatanganinya. Lalu Iman Taufik pun menunjukkan lembaran kontrak yang diberikan Petromer Trend untuknya. Akhirnya mereka sepakat untuk mendirikan sebuah perusahaan dengan kedua kontrak sebagai proyek pertamanya. Karena keduanya belum berpengalaman dalam mengelola sebuah perusahaan, mereka meminta bantuan Joseph Dharmabrata (sekarang di Bimantara) untuk mengelola perusahaan tersebut.
Pada 1973 lahirlah PT Tripatra sebagai perusahaan konsultan dan kontraktor pada proyek-proyek migas. Setelah sepuluh tahun ia sukses dengan Tripatra, rupanya ia menangkap peluang pada sektor pabrikator yang hanya sedikit saja pemainnya. Maka pada 1983 dia meninggalkan jabatan Direktur Operasi di Tripatra, namun tetap sebagai komisaris. Lalu dia mulai membangun sebuah perusahaan pabrikator dengan nama PT Gunanusa Utama hingga menjadi besar.
Mungkin tidak banyak yang tahu, bahwa 2 (dua) buah Heat recovery steam generators, pembangkit listrik 100 MW di tengah kota New York, dibuat secara penuh di Cilegon, Jawa Barat. Sehingga berkat prestasi-prestasinya, sejak tahun 1980 PT Gunanusa telah berhasil membangun 24 modules, 35 platforms dan 24 jackets dan sebagian besar untuk di-ekspor ke mancanegara. Perusahaan ini sempat dijual ke pihak Malaysia, dan saat ini sudah dibeli kembali oleh Iman. Di usianya yang sudah tak muda lagi Iman masih sangat bersemangat bercerita tentang usaha-usahanya untuk ikut tender offshore platform yang akan dikirimkan oleh PT Gunanusa ke seluruh dunia.
Kini keterlibatannya di Tripatra serta Gunanusa hanya sebatas komisaris. Baginya regenerasi sangat penting demi kelangsungan perusahaan. Di masa pensiunnya kini Iman banyak melakukan aktivitas seminar di kampus-kampus dan aktif pula sebagai Ketua Yayasan Universitas Tujuh Belas Agustus “45 Cirebon, selain berolah raga menyelam yang sangat ia gandrungi.
Kisah tentang upaya-upaya beliau membangun pembangkit listrik di New York, dengan cara mem-fabrikasi seluruh peralatan-nya di Cilegon, dikisahkan dalam bukunya yang sangat menarik dan perlu untuk dibaca oleh para generasi muda Indonesia. Judul buku Iman Taufik adalah “Jika tidak memiliki daya saing, menjadi kuli di negeri sendiri”.