Ibnu Sutowo, pria kelahiran 23 September 1914 di kota Yogyakarta ini adalah mantan tokoh militer Indonesia. Setelah kelulusannya di pendidikan kedokteran Surabaya pada tahun 1940, Ibnu Sutowo bekerja sebagai dokter di Palembang dan Martapura. Hingga masa kemedekaan tiba, ia sempat menjabat sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Tentara se-Sumatera Selatan pad atahun 1946-1947. Kemudian pada tahun 1955, ia ditunjuk sebagai Panglima TT-II Sriwijaya.
Pada tahun 1957 Sutowo ditunjuk untuk mengelola PT Tambang Minyak Sumatera Utara (PT Permina). Pada tahun 1968, perusahaan ini akhirnya bergabung dengan perusahaan minyak milik negara menjadi PT Pertamina.
Dibawah kepemimpinan Sutowo, PT Pertamina mengalami beberapa krisis. Seperti yang dilaporkan oleh harian Indonesia Raya bahwa kerugian negara akibat konspirasi Sutoyo dengan pihak Jepang mencapai $1,5 juta. Pemerintah tak tinggal diam, di bawah kepemimpinan Presiden Suharto, pemerintah membentuk tim yang bernama Komisi Empat untuk menyelidiki kasus korupsi di dalam PT Pertamina. Hasil menyatakan bahwa terbukti berbagai penyimpangan penyimpangan, namun tidak ada tindakan hukum terhadap pelaku korupsi.
Pada tahun 1975, Pertamina memasuki masa krisis, ironisnya di tahun berikutnya, Ibnu Sutowo mengundurkan diri dari jabatan sebagai Dirut Utama Pertamina meninggalkan hutang negara sebesar $10,5 miliar Dolar Amerika. Ibnu masuk ke PT Golden Mississippi.
Pada tahun 2005, Mantan Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, saat diperiksa mengaku tertipu oleh PT Indobuildco yang dikiranya merupakan anak perusahaan Pertamina. Saat itu Ibnu Sutowo masih menjabat sebagai Direktur Pertamina diminta untuk membangun hotel Pertamina di Senayan dengan hak guna bangunan selama 30 tahun. namun ternyata hotel itu dimiliki oleh perusahaan pribadi Sutowo. Hotel tersebut didirikan dengan nama Hilton Hotel, kini berganti nama menjadi Sultan Hotel dan masih dimiliki oleh keluarga Sutowo.
Ibnu Sutowo wafat pada tanggal 12 Januari 2001.