Drs. H. Ibnu Munzir adalah putra salah seorang ulama besar dari Makassar, Kyai Haji Bakrie Wahid. Namun, berayah seorang ulama besar tidak berarti Munzir tidak bisa memilih politik sebagai jalan hidupnya sendiri, meski tetap dilandasi dasar keagamaan yang kuat. Bergabung dengan partai berlambang beringin, politisi kelahiran Jeneponto, Sulawesi Selatan ini maju dalam pemilihan calon legislatif DPR pada 2004. Saat itu menjadi calon nomor 10 dari Golkar, Munzir meraup 20.290 tiket suara dari daerah pemilihan Sulsel I, atau sekitar 2.2 persen total suara untuk partainya; jumlah tiket yang tidak cukup untuk berangkat ke Senayan bagi Munzir.
Belum ingin menyerah, politisi paruh baya kelahiran 1960 ini mencoba peruntungan kembali pada Pemilu 2009. Kali ini Munzir berhasil memperoleh dukungan 41.949 tiket dari daerah pemilihan Sulawesi Barat, termasuk Kabupaten Mamuju Utara, Mamuju, Mamasa, Polewale Mamasa dan Kabupaten Majene. Tiket sejumlah tersebut sudah cukup kuat mengamankan nomor absen legislasi A-275 bagi Ibnu Munzir untuk duduk di Komisi VI DPR RI yang menangani bidang Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM, BUMN, dan Standarisasi Nasional.
Kejujuran dan didikan agama yang kuat dari sang ayah menjadi modal bagi wakil rakyat lulusan IKIP Makassar ini untuk bekerja dan berkarya di Senayan. Alih-alih terlibat korupsi, sebagaimana banyak rekan Dewan dari satu ataupun lain partainya, Ibnu Munzir justru terpilih sebagai salah satu anggota Panitia Khusus yang menangani kasus Bank Century pada 2010 lalu. Berdasar pertimbangan domisili Munzir di Makassar, ia bersama beberapa rekan kerja dalam Pansus tersebut bertugas melacak dan mencari keberadaan Amirudin Rustan.
Dalam kesehariannya bertugas di Senayan, suami Hj. Nuraida Djamaluddin, SH ini juga dipercaya sebagai juru bicara Fraksi Partai Golkar di DPR.