Herry Zudianto, pria yang pernah memenangi Bung Hatta Anti Corruption Award pada Oktober 2010 lalu, juga seorang pria yang pernah menjabat sebagai Walikota Jogyakarta selama dua periode berturut-turut, 2001 - 2006 dan 2006 - 2011.
Pejabat tertinggi Pemkot Jogja kelahiran 31 Maret 1955 ini dinilai banyak pihak telah banya berjasa kepada kota yang pernah dia pimpin selama sembilan tahun itu. Buktinya, tidak hanya dalam bidang pembangunan perkotaan, politik pemerintahan, sosial pendidikan, maupun lingkungan hidup; Dua periode kepemimpinan Herry Zudianto dan Jogyakarta memenangi tak kurang dari 600 penghargaan mulai tingkat provinsi hingga nasional.
Zudianto, yang lebih suka menjuluki dirinya sebagai Kepala Pelayan Masyarakat Kota Jogyakarta dibanding Walikota, juga lahir dan besar di wilayah yang dipimpinnya tersebut. Menamatkan pendidikan di SMA Negeri 3 Yogyakarta pada 1973, Zudianto sempat memilih Fakultas Teknik di UGM namun segera tidak kerasan dan memutuskan untuk pindah ke Fakultas Ekonomi pada universitas yang sama. Gelar Magister Manajemen pemilik usaha batik yang dirintis bersama istrinya, Dyah Suminar, diperoleh pada 1997.
Satu hal yang sangat menarik dari pribadi seorang Herry Zudianto: luhur. Dan sebagaimana orang berjiwa luhur serta berhati bersih, Zudianto pasti sering memperoleh anugerah: sebutan 'Walikota bodoh' karena tidak mau memanfaatkan jabatannya sebagai orang nomor satu di kota Jogja. Dan Zudianto sendiri? Kepala Pelayan ini hanya tertawa, mungkin sangat renyah, dan tetap mengonthel sepeda kesayangannya berdinas keliling Jogja, sembari melakukan banyak pembenahan di berbagai tempat dan bidang, sambil memperbaiki penerangan kota Jogja yang terkenal gulita ketika malam, seraya membenahi sistem perizinan kota Jogja melalui sistem perizinan satu atap atau UPTSA. Sosok Herry setidaknya memberi kesejukan dan harapan bahwa integritas belum mati. Ia juga merawat integritas itu dengan bersepeda dari rumah ke tempat kerja setiap Jumat.