Heri Hendrayana adalah seorang penulis. Dia lebih populer dengan nama penanya, yakni Gola Gong. Heri hendrayana atau Gola Gong dilahirkan di kota Purwakarta (Solo), pada tanggal 15 Agustus 1963. Gola Gong telah menuliskan banyak novel. Satu di antaranya adalah Balada Si Roy. Sampai saat ini, Gola Gong telah menuliskan lebih dari 25 novel. Selain itu, dia juga mendirikan sebuah komunitas seni bernama Rumah Dunia, yang didirikan di Serang, Banten, sejak tahun 2001 bersama rekan-rekannya.
Gola Gong adalah anak kedua dari lima bersaudara. Dia lahir dari seorang ibu bernama Atisah, dan mendapatkan nama belakang Harris, yang diambil dari nama ayahnya. Dia adalah anak kedua dari lima bersaudara. Pada tahun 1965, keluarga tersebut pindah ke Serang, Sang ayah bekerja sebagai guru, dan ibunya bekerja sebagai seorang guru di sekolah putri, mereka menetap di dekat alun-alun kota Serang.
Ketika Gola Gong kecil, dia sering bermain-main di alun-laun Kota Serang. Pada saat dia berusia 11 tahun, dia mengalami kecelakaan yang menyebabkan tangan kirinya harus diamputasi. Pada saat itu, terinspirasi oleh latihan terjun payung tentara, Gola Gong dan teman-temannya bermain adu nyali; yang berani melompat paling tinggi dari pohon, dia yang berhak untuk menjadi pemimpin. Untuk memberi semangat kepada anaknya, ayahnya mengatakan bahwa dengan banyak membaca, dia akan menjadi sosok yang berhasil.
Gola Gong dikenal sebagai seorang penulis yang produktif dan lelaki bersemangat tinggi, karena berhasil bangkit dari keterpurukan atas kecelakaan yang menyebabkan tangan kirinya harus diamputasi. Kegemarannya membaca membuat Heri Hendrayana menjadi seorang Gola Gong yang telah menuliskan lebih dari 25 novel dan ratusan skenario film.
Selain itu, dia juga menuliskan banyak cerita pendek dalam beberapa antologi. Beberapa judul novel Gola Gong yang banyak dikenal adalah Balada Si roy, Kupu-Kupu Pelangi, Kepada-Mu Aku Bersimpuh, Biarkan AKu Jadi Milik-Mu, Lewat Tengah Malam, dan banyak lagi. Lewat Tengah Malam adalah sebuah novel adaptasi dari sebuah film tahun 2007 dengan judul yang sama, yang dia tulis dengan Ibnu Adam Avicena.
Selain berkarya dan dikenal, Gola Gong juga berhasil mewujudkan mimpinya untuk memiliki gelanggang remaja. Berbagi mimpi dengan Alm. Toto ST Radik dan Rys Revolta, dia mendirikan rumah kesenian, Rumah Dunia yang berlokasi di belakang rumahnya; Komplek Hegar Alam, Ciloang, Serang, Banten.
Gola Gong juga mengumpulkan banyak penghargaan lain atas keterampilannya. Pada tahun 1985 sampai 1989, Gola Gong menjadi Juara Badminton NAtar Orang Cacat Se-Indoensia di Solo dan Surabaya. Pada tahun 1989 dan 1990, dia menjadi juara se-Asia di Fespic Games di Solo dan Kobe-Jepang.
Pada tahun 2007, dia mendapatkan penghargaan “Tokoh Perbukuan Islamic Book Fair”, “Nugra Jasadarma Pustaloka Perpustakaan Nasional”. Tahun 2008, dia mendapatkan dua penghargaan lainnya, yaitu “Anugerah Literasi World Book Day 2008” dari Komunitas Literal Indonesia, dan Indoensia Berprestasi Award dari Provider XL untuk kategori pendidikan.
Gola Gong menikahi seorang perempuan Solo bernama Tias Tatanka, dan memiliki empat anak; Bela, Abi, Jordi, dan Kaka. Di usia yang paruh baya, Gola Gong lumpuh total karena melawan penyakit osteoarthritis atau pengapuran sendi. Namun Gola Gong tak menyerah mencari kesembuhan sambil merawat Rumah Dunianya