dr. Herawati Sudoyo, Ph.D. adalah dokter, peneliti, dan penganalisa DNA forensik dari Lembaga Biologi Molekul Eijikman. Ia menerima Habibie Award pada tahun 2008 sebagai peletak dasar pemeriksaan DNA forensik untuk identifikasi pelaku bom bunuh diri. Selain itu ia juga menerima Wing Kehormatan Kedokteran Kepolisian pada tahun 2007 dan Australian Alumni Award of Scientific and Research Innovation pada tahun 2008.
Dokter kelahiran Pare, 2 November 1951 ini sejak kecil bercita-cita sebagai arsitek. Sayangnya ia terhambat masalah administrasi ketika akan mendaftar ke Institut Teknologi Bandung dan akhirnya mendaftar ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Akan tetapi ketertarikannya pada bidang interior masih tampak dari caranya menata ruang kerjanya di Lembaga Biologi Molekul Eijikman. Hera menata ruang kantornya dengan gaya kolonial klasik yang memberikan kesan hangat dan nyaman.
Ia tak pernah membayangkan jadi peneliti sebelumnya. Ayahnya adalah seorang tentara dan ibunya adalah mahasiswi jurusan hukum ketika menikah dengan ayahnya. Ayahnya adalah pria yang disiplin. Beliau juga selalu berusaha memotivasi Hera untuk belajar dengan memberikan hadiah bila ia meraih prestasi.
Selain sebagai dokter dan peneliti yang berprestasi Hera adalah seorang ibu yang sangat perhatian pada anak-anaknya. Hal ini tampak dari keputusannya untuk memboyong kedua anaknya yang berusia 9 dan 6 tahun ketika melanjutkan studi doktoralnya di Australia. Sang suami tetap tinggal di Indonesia karena saat itu ia juga tengah menyelesaikan studinya. Saat itu setiap pagi, seusai mengantar anak-anak ke sekolah ia berangkat ke laboratorium. Sore harinya ia menjemput anak-anaknya, memasak, kemudian kembali ke laboratorium. Kerja kerasnya tidak sia-sia. Ia akhirnya berhasil meraih S3-nya dari Departemen Biochemistry , Monash University.
Berawal dari ledakan bom bunuh diri di depan Kedutaan Besar Australia pada tanggal 9 september 2004 Hera bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri tersebut. Hera bersama Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri berhasil mengumpulkan sampel DNA pelaku bom bunuh diri dan mencocokkannya dengan DNA keluarga tersangka. Dalam waktu kurang dari 2 minggu, mereka berhasil mengidentifikasi pelakunya. Karena keberhasilannya ini ia memperoleh Habibie Award pada tahun 2008 sebagai peletak dasar pemeriksaan DNA forensik untuk identifikasi pelaku bom bunuh diri.