Mantan Ajudan Presiden Soekarno ini seorang penggemar keris, yang kemudian lebih kompeten digelari pakar keris. Pada tahun 1978, isterinya Indreswari Radityani (insinyur sipil air lulusan ITB dan pengajar di Universitas Indonesia) dikagetkan oleh ulahnya, mantan ajudan presiden pertama RI, Soekarno (menggantikan Bambang Widjanarko, pada akhir tahun 1960-an) sepulang dari perjalanannya ke Solo, Jawa Tengah, mobil Mercy 280 S Tiger tahun 1972 warna putih miliknya ditukar dengan tiga bilah keris milik bangsawan Mangkunegaran.
Kala itu, Haryono mengaku sangat tengah tergila-gila keris. Sehingga saat melihat tiga bilah keris pusaka keraton itu, dia langsung jatuh cinta. Tiga keris pusaka yang digandrungi Haryono itu berdapur (model) Parungsari luk (berlekuk) 13 tangguh (masa pembuatan) Pajang, lalu keris luk 13 pamor Ron Genduru (pamor atau motif logam yang muncul di permukaan bilah seperti gambar blarak, daun kelapa) dan keris Tilamupih (dapur keris lurus, kinatah atau bertatahkan emas) berperabot intan milik bangsawan Solo itu. Salah satunya, Parungsari luk 13, masih dia simpan sebagai salah satu keris kesayangannya.
Saking senangnya terhadap keris itu, Haryono sering membawa keris ini ke tempat tidur dan menimang-nimangnya di samping istrinya, seperti layaknya istri kedua. Karena itu, pantas saja isterinya kesal dan cemburu. Namun, sesuai perjalanan waktu, isterinya mulai memahami hobinya. Tidak pernah lagi terjadi konfrontasi dengan istri karena keris.
Sang Isteri sudah bisa menerima hobinya, yang kini telah menjadi keahliannya. Bahkan, Indreswari sudah punya keris kesayangan pemberian suaminya. Sebuah keris bertatahkan emas hampir tiga perempat badan bilah. Sebilah keris yang terindah di antara puluhan bahkan ratusan koleksi keris Haryono.Pasangan ini dianugerahi dua putri dan menantikan kehadiran cucu kedua.
Dengan dorongan moril dari isterinya, Haryono Haryoguritno bahkan berhasil mengabadikan kecintaan dan pengetahuannya tentang keris dengan menulis buku berjudul Keris Jawa, Antara Mistik dan Nalar. Sebuah buku tebal dan mungkin terlengkap tentang pengetahuan keris. Buku yang disusun dari akumulasi pengetahuannya lebih dari 30 tahun tentang keris ini sudah naik cetak dan diluncurkan awal tahun 2006.
Haryono bersama timnya dari perkumpulan penggemar keris yang pernah dipimpinnya, Damartaji, pun berusaha meyakinkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) agar keris Indonesia diakui dunia sebagai salah satu warisan budaya manusia yang harus dilestarikan. Perjuangan ini berbuah. UNESCO, dalam sidangnya di Paris, 25 November 2005, mengakui keris Indonesia diakui dunia sebagai salah satu warisan budaya manusia yang harus dilestarikan, Oral and Intangible Heritage of Humanity.
UNESCO juga mengakui keris sebagai tradisi Indonesia yang masih mempunyai fungsi sosial di masyarakatnya, merupakan pula manifestasi seni unggul Indonesia, mempunyai falsafah hidup, di samping juga tak diingkari memiliki kandungan mistik. Menurut Haryono, keris tidak hanya diukur dari bendanya saja, tetapi juga nilai abstraknya sehingga muncul pengakuan (UNESCO) itu.