Profile

Gatot Subroto

Tempat Lahir : Banyumas

Tanggal Lahir : 10/10/1909


Description

Mengawali karir militer dengan menjadi anggota KNIL, tentara Hindia Belanda, setelah sebelumnya sempat bekerja sebagai pegawai pemerintah yang hanya sebentar saja dilakoni, Gatot Subroto dikenal sebagai tentara yang solider terhadap rakyat kecil meski tengah bekerja sebagai tentara kependudukan Belanda dan Jepang. Ia merupakan contoh seorang pemimpin yang layak diapresiasi berkat jasa-jasanya. Bergabung dengan KNIL membuat Gatot Subroto paham dan mengerti bagaimana seorang tentara harus bertindak. Sempat menjadi sersan kelas II saat dikirim di Padang Panjang selama lima tahun, Gatot Subroto kemudian dikirim ke Sukabumi untuk mengikuti pendidikan lanjutan, pendidikan masose. Belanda berhasil didudukkan Jepang pada saat Perang Dunia II, tanpa komando Gatot Subroto bergabung dengan Pembela Tanah Air (Peta), organisasi militer milik Jepang yang merekrut tentara pribumi untuk berperang. Di sanalah karir Gatot Subroto mulai merangkak naik. Selepas lulus dari pendidikan Peta, ia diangkat menjadi komandan kompi di Banyumas sebelum akhirnya ditunjuk menjadi komandan batalyon. Selama menjabat sebagai komandan kompi dan komandan batalyon, Gatot Subroto dinilai sering memihak kepada rakyat pribumi. Hal itulah yang sering kali membuat ia ditegur oleh atasannya. Namun, bukan berarti sering mendapat teguran dari atasan membuat Gatot Subroto kapok dan patuh terhadap perintah. Justru hal itulah yang membuat Gatot Subroto mendapatkan angin segar untuk sekedar 'menakuti dan mengancam' pihak Jepang. Saat itu, ia mengancam bahwa dirinya mengundurkan diri sebagai komandan kompi dengan melemparkan atribut senjata perangnya. Melihat tindakan berani Gatot Subroto, atasannya kemudian meluluskan apa yang dikerjakan Gatot Subroto, yakni memihak pribumi terlebih rakyat kecil. Ia juga menentang Jepang jika berbuat semena-mena dan kasar terhadap anak buahnya. Setelah kemerdekaan Indonesia berhasil didapat, Gatot Subroto kemudian membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan cikal bakal nama TNI yang ada kini. TKR dipimpin oleh Kol. Sudirman di mana saat itu Gatot Subroto menjabat sebagai Kepala Siasat dan berganti menjadi Komandan Devisi dengan pangkat Kolonel setelah prestasinya yang dianggap gemilang dalam pertempuran Ambarawa. Pada tahun 1948 terdapat pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang didalangi Muso (DI/ TII). Pemberontakan tersebut berada di wilayah Madiun, Jawa Timur, yang kemudian berakhir diatasi dengan baik oleh TKR di bawah pimpinan Gatot Subroto. Saat melawan PKI, Gatot Subroto melancarkan operasi militer agar dapat memulihkan keamanan. Tak berbeda jauh dengan pemberontakan yang ada di Jawa, di Sulawesi Selatan juga terdapat pemberontakan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) yang dipimpin oleh Kahar Muzakar pada tahun 1952. Lagi-lagi karena dinilai pandai dalam memasang strategi, Gatot Subroto diserahi untuk menumpas pasukan pemberontak dan kembali pulang dengan membawa kemenangan. Tak hanya sekedar kemenangan, para pemberontak pun juga berhasil dibujuknya agar kembali dalam barisan TKR. Berkat usahanya tersebut, Gatot Subroto diangkat menjadi Panglima Tentara & Teritorium (T & T) IV Diponegoro di tahun yang sama. Selama memimpin, Gatot Subroto dikenal sebagai pemimpin yang disiplin, tegas, berani, dan membela kaum yang tertindas. Maka, pada tahun 1953, ketika terjadi kerusuhan di istana negara akibat tuntutan rakyat atas pembubaran parlemen ditolak, Gatot Subroto yang dituduh sebagai dalang kerusuhan tersebut langsung mengundurkan diri dari jabatannya sekaligus dari dinas militer. Namun, ia kembali dipanggil pemerintah untuk duduk dan menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) pada tahun 1956. Melalui tangannya, ia berhasil melumpuhkan pemberontakan PRRI/ Permesta yang ada di Sumatera dan Sulawesi Utara. Pada tanggal 11 Juni 1962, Gatot Subroto meninggal di usia 55 tahun. Pangkat terakhir yang disandangnya adalah Letnan Jenderal. Pantas saja ia mendapatkan pangkat tertinggi dalam bidang militer tersebut mengingat jasanya tak bisa dibilang kecil. Ia adalah penggagas dibentuknya tentara gabungan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara yang disebut AKABRI pada tahun 1965. Melengkapi pangkatnya, seminggu setelah ia dimakamkan di desa Mulyoharjo, Ungaran, Jogjakarta, gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional menurut SK Presiden RI No.222 tanggal 18 Juni 1962 disematkan atasnya.