Dalam menjalani karir di dalam pemerintahan, Gamawan Fauzi sempat menjadi sekretaris pribadi Gubernur Sumatera Barat. hingga di usia 36 tahun ia dipercaya menjadi kepala Biro Humas Pemprov Sumar. Saat itu banyak yang menganggap tidak lazim, seorang staf dan pegawai negeri sipil bergolongan III C menjabat kepala biro yang biasanya diisi oleh pejabat bergolongan IV A atau III D senior.
Namun setengah tahun sebagai kepala biro, Gamawan terpilih menjadi bupati Solok. Atas komitmen dan konsistensinya dalam menegakkan aturan dan antikorupsi membuat ayah tiga orang anak ini bisa mulus melewati eforia reformasi di tahun 2000 hingga terpilih kembali pada periode kedua sebagai Bupati.
Gamawan Fauzi menikah dengan Vita Nova, 12 Oktober 1984, mengaku sejak dari awal berkeluarga mewanti-wanti dan mendidik untuk hidup sederhana, memakan dan menikmati apa yang menjadi hak dan yang halal.
Ketika ia terpilih kedua kalinya menjadi Bupati Solok tahun 2000 serta mendapatkan penghargaan Bunga Hatta Award, ibunya mengingatkan agar sujud syukur juga berdoa agar selalu dilindungi Allah, jangan sombong dan takabur sertah memakan rezeki yang halal, bukan hidup dengan mengambil hak orang lain. Ibunya selalu mengingatkan hal sederhana tersebut.
Sampai kini ia hanya mempunyai satu mobil pribadi, bukan mobil baru, tetapi hasil dari lelang mobil dinas Pemkab Solok yang di-dump atas persetujuan DPRD.
Ada tiga hal yang membuatnya bangga selama menjabat menjadi bupati. Pertama, hampir 10 tahun menjadi bupati daerah Solok ternyata aman tentram, tidak sekalipun bencana yang menimpa masyarakat pada daerah itu, ia menyadari bahwa apa yang dikerjakan pertanda diridhai oleh Allah.
Kedua, sejak awal masa jabatan bupati 1995 hingga akhir jabatannya, dia belum pernah sama sekali didatangi demonstran, pengunjuk rasa yang mempersoalkan kebijakannya dalam pemerintahan. Padahal, siapapun tahu sejak reformasi sampai sekarang siapapun bisa menggugat, memprotes, dan menghujat bupati atau pejabat.
Ketiga, selama menjadi bupati dia berhasil "memerdekakan" dua desa yang hampir dihuni 500-an jiwa. Dua desa itu sangat terisolir dari luar. Tidak ada akses dari dan ke desa ke kota kecamatan kecuali jalan setapak. Atas kebijakannya, dia memindahkan 140 keluarga yang menghuni desa tersebut dan memindahkan ke lokasi lain yang lebih subur juga mudah di akses agar mampu menopang kehidupan seluruh warga di sana.
Hingga saat ini menjadi Mendagri beberapa tahun akan mendatang, banyak persoalan yang akan dia hadapi. Salah satu tugas berat Mendagri selama lima tahun mendatang adalah bagaimana menyusun pola pendirian daerah otonomi daerah atau DOB mulai dari provinsi, kota hingga kabupaten. Sampai sekarang belum ada kebijakan yang jelas dan pasti di Depdagri tentang berapa idealnya jumlah provinsi, kota, dan kabupaten di tanah air.
Ketidakjelasan ini juga ditambah lagi oleh posisi DPR yang berhak mengajukan RUU pembentukan daerah-daerah otonomi baru itu. Ketiadaan pola atau "grand design" pemekaran itu pernah mengakibatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam satu kesempatan di Jakarta untuk mengusulkan agar dilakukan merger atau akuisisi terhadap daerah-daerah baru oleh " daerah induknya" yang ternyata tidak bisa menghasilkan apa pun juga, bahkan hanya menghabiskan uang miliaran rupiah.
Setumpuk pekerjaan telah sampai di depan mata Gamawan Fauzi, dan kini tibalah saatnya bagi para pamong yang menjadi pimpinan Depdagri bahwa mereka memang sudah pantas menggantikan peranan para jenderal di departemen kunci ini.