Fauzi Bowo lahir dari pasangan Djohari Bowo dan Nuraini pada 10 April 1948 di Jakarta. Pria berdarah Jawa-Betawi ini menamatkan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD St. Bellarminus Kemudian beliau melanjutkan jenjang pendidikan tingkat menengah dan atas di Kolese Kanisius Jakarta. Setelah menamatkan pendidikan SMA, beliau mengambil studi arsitektur bidang Perencanaan Kota dan Wilayah dari Technische Universität Braunschweig Jerman dan tamat 1976. Program Doktor dari Technische Universität Kaiserslautern, bidang perencanaan diselesaikannya pada tahun 2000.
Dia memiliki hobi membaca dan fotografi. Sejak mahasiswa ia juga sudah aktif dalam berbagai organisasi. Ketika di UI ia salah seorang aktivis KAMI Fakultas Teknik UI (1966/1967). Saat kuliah di Jerman, ia juga aktif dalam organisasi Persatuan Pelajar Indonesia di Jerman Barat.
Selain organisasi kemahasiswaan, Ia juga aktif sebagai anggota Dewan Pertimbangan Pemuda KNPI Pusat 1982-1984. Ia juga aktif di Kosgoro dan Golkar. Bahkan ia sempat menjabat bendahara DPD Golkar DKI selama 10 tahun (1983-1993)
Pria yang khas dengan kumisnya ini memulai kariernya dengan mengajar di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Dia bekerja sebagai pegawai negeri sejak tahun 1977. Beberapa posisi yang pernah dijabatnya antara lain adalah sebagai Kepala Biro Protokol dan Hubungan Internasional dan Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta.
Sebagai birokrat, Fauzi telah menempuh Sepadya (1987), Sespanas (1989), dan Lemhanmas KSA VIII (2000). Ia adalah wakil gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta di masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso.
Selama 13 tahun ternyata prestasi kerja Fauzi Bowo terus meningkat. Oleh karena itu, pada masa kepemimpinan Gubernur Surjadi Soedirdja (1992-1997), ia dipercaya untuk menduduki jabatan Kepala Dinas Pariwisata. Karena pretasinya yang terus gemilang, pada masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso (1997-2002), dia diserahi jabatan sebagai Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda).
Sebenarnya Fauzi Bowo memiliki kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai gubernur periode 2002-2007. Dia sempat didaulat pendukungnya menjadi calon gubernur 2002. Namun karena kebijaksanaannya dalam mengikuti proses yang begulir, akhirnya dia memilih berpasangan dengan Sutiyoso yang dicalonkan Fraksi PDI-P dan Golkar. Keputusan pria yang akrab disapa Bang Fauzi itu sempat membuat Fraksi PAN dan beberapa partai kecil lainnya yang mengajukan dia sebagai calon gubernur kecewa. Namun saat mencalonkan diri pada Pilkada 2007, dukungan terhadap Fauzi malah semakin bertambah. Sebanyak 20 partai politik yang tergabung dalam Koalisi Bersama mendukung pria yang mahir berbahasa Inggiris, Belanda, dan Jerman itu.
Slogan Jakarta untuk Semua ternyata mampu menarik simpatik masyarakat ibu kota. “Untuk membangun Jakarta, serahkan kepada ahlinya dan kepada yang sudah berpengalaman. Jika tidak, kehancuran tinggal menunggu waktu.” Kalimat tersebut diucapkan berulang-ulang oleh Fauzi saat kampanye dan terbukti mampu mendulang suara sekaligus memenangkan pilkada 8 Agustus 2007 lalu. Alhasil, Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Prijanto terpilih sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012.
Banyak kontribusi yang dia berikan pada warga Jakarta selama menjabat sebagai gubernur. Seperti menyelenggarakan car free day pada hari minggu di beberapa kawasan di Jakarta. Membangun Kanal Banjir Timur (KBT) di wilayah Jakarta Utara dan Timur. Dari kesehatan, mempertahankan prestasi tidak ada Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare selama tiga tahun. Sedangkan dari sisi ekonomi, APBD DKI Jakarta meningkat dua kali lipat. Dan masih banyak prestasi lainnya.
Fauzi pun ingin melanjutkan jabatannya pada periode 2012-2017. Tapi dia harus berhadapan dengan banyak wajah baru di dunia politik. Salahs atu rival terberatnya adalah walikota Solo, Joko Widodo. Meski mengalami kekalahan pada pilkada kemarin tak membuat Fauzi putus asa.
Usai menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo tidak hanya menghabiskan waktunya untuk bersantai. Pria yang khas dengan kumis tebalnya itu tengah sibuk menyiapkan pembentukan lembaga kajian untuk masalah-masalah perkotaan.
Saat ini, Fauzi Bowo tengah berkonsentrasi untuk membentuk lembaga yang diberi nama 'Strategic Center for Urban Issues and Problems'. Menurutnya lembaga ini akan membahas masalah-masalah urban dan perkotaan. Lembaga yang akan dibuatnya juga ditujukan untuk membangun jaringan (networking), baik ke dalam negeri dan khususnya ke luar negeri. Dimana nantinya, peneliti-peneliti dari negara luar bisa dilibatkan untuk melakukan riset dan kajian terhadap masalah-masalah yang ada di kota-kota di Indonesia, khususnya di Jakarta.
Fauzi Bowo menikah dengan Hj. Sri Hartati pada tanggal 10 April 1974. Dari pernikahan ini, pasangan Fauzi Bowo dan Sri Hartati dikaruniai 3 orang anak, yakni Humar Ambiya, Esti Amanda dan Dyah Namira