Muhammad Fadjroel Rachman adalah seorang peneliti, penulis, pengamat politik dan aktivis mahasiswa di tahun 1980-an. Saat ini dia aktif mengembangkan Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Pedoman Indonesia) atau Research Institute of Democracy and Welfare State dan kerjasama internasional di jaringan Southeast Asian Forum for Democracy, dan Asia Pacific Youth Forum (Tokyo).
Fadjroel Rachman lahir di Banjarmasin pada tanggal 17 Januari 1964, setelah tamat SMA, dia kemudian pergi ke pulau Jawa untuk kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Kimia. Selesai menamatkan jenjang sarjana strata-1, Fadjroel melanjutkan studinya ke jurusan yang agak menyimpang dari ilmu kimia. Saat itu dia mengambil program Pascasarjana sekaligus program S3 Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Bidang Manajemen Keuangan dan Moneter.
Selama masih berstatus mahasiswa ITB, Fadjroel kerap bergaul dengan buku-buku pergerakan yang kemudian mengantarkannya dengan sejumlah budayawan dan intelektual seperti almarhum Soebadio Sastrosumitro, Mochtar Lubis, dan Soedjatmoko. Atas usulan Soedjatmoko pula dia terlibat dalam Forum Pemuda Asia Pasifik di Tokyo sampai sekarang. Pada tahun 1987-1989, tiga tahun setelah kuliah,
Fadjroel bersama-sama dengan para aktivis mahasiswa lainnya melakukan advokasi untuk petani Kacapiring dan Badega. Saat masa pemerintahan presiden Soeharto, dia pernah ditunjuk untuk menjadi komandan lapangan dalam aksi long march sejauh 60 kilometer dari Kampus ITB menuju Cicalengka. Aksi itu sendiri kemudian dibubarkan oleh polisi dengan menghujani peserta aksi dengan peluru karet. Fadjroel bersama kawan-kawannya juga pernah menggelar aksi penolakan kedatangan Rudini yang saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri.
Buntut aksinya ini, Fadjroel bersama lima rekan lainnya ditangkap. Mereka mendekam di ruang tahanan Bakorstranasda selama satu tahun sebelum akhirnya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Dia juga terlibat Gerakan Lima Agustus ITB (1989) yang menuntut penurunan Soeharto dan menjadi tahanan politik berpindah-pindah 6 penjara termasuk Sukamiskin dan Nusakambangan. Di balik empat penjara yang dijalaninya, Fadjroel mulai menulis puisi. Puisi-puisi yang dituliskan di balik terali penjara itu kemudian diterbitkan dalam kumpulan puisi Catatan Bawah Tanah.
Mochtar Lubis berminat menerbitkan puisi-puisi yang tercantum dalam pledoinya, kecuali dua puisi yang dianggap terlalu keras pada waktu itu. Keluar dari penjara, Fadjroel memilih meniti karier sebagai asisten manajer di Grup Bukaka, tetapi hanya bertahan selama tiga tahun. Ia kemudian merintis usaha sendiri bersama kawan-kawannya sembari melanjutkan aktivisme dan melanjutkan kuliahnya di pascasarjana Universitas Indonesia (UI) bidang studi ekonomi.
Dia kembali terjun menjadi aktivis dengan statusnya sebagai anggota presidium Forum Wacana UI, bersama ribuan mahasiswa, kembali menuntut Soeharto turun dari kekuasaannya pada tahun 1998. Di ITB sendiri, Fadjroel aktif dalam kegiatan sastra, pers, kebudayaan, dan kelompok studi, antara lain: Presiden Grup Apresiasi Sastra (GAS), Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan (PSIK), Kodim Sabtu (Kelompok Diskusi Mahasiswa Sabtu), Badan Koordinasi Unit Aktivitas (BKUA) ITB, Komite Pembelaan Mahasiswa (KPM) ITB, Majalah Ganesha ITB (Pendiri dan Ketua Dewan Redaksi), serta Kelompok Sepuluh Bandung. Pada tanggal 28 Oktober 2007 bertempat di Gedung Arsip Nasional, Jl. Gajah Mada, Jakarta Barat, Jakarta Fadjroel Rachman bersama dengan teman-temannya mendeklarasikan Ikrar Kaum Muda Indonesia dengan tema sentral "Saatnya Kaum Muda Memimpin."