Eky Talaut adalah musisi dan pencipta alat musik bambu. Putra Zakarias Talaut dan Martenci Talaut-Tarantain ini tumbuh di Pulau Tanimbar, Kei, Maluku Tenggara. Eky yang kemudian pindah ke Desa Taar, Kota Tual, Maluku ini menamatkan sekolah di sana.
Setelah menamatkan SMP, Eky hijrah ke Ambon. Petualangan di Ambon juga dijalaninya dengan keras, tak beda dengan kehidupannya semasa kecil. Hingga akhirnya dia menjadi salah seorang pekerja di kapal pencari ikan dengan sebutan Pembantu Stirman Satu.
Kecintaannya terhadap musik rupanya diturunkan oleh sang ayah. Bahkan, karena ketiadaan biaya untuk membeli alat musik, sang ayah membuat biola sendiri.
Saat kapalnya berlabuh untuk perbaikan di sebuah dok di Tegal, Jawa Tengah, sekitar tahun 1976, dia mendengarkan radio. Saat itulah dia mengetahui adanya kontes Pop Singer.
Dengan bermodal nekat, Eky mendaftar kontes tersebut. Tak tanggung-tanggung, dia menyabet juara kedua dalam festival menyanyi tersebut. Ternyata, juara pertama disabet oleh Gito Rollies yang juga masih merintis karir pada saat itu.
Keberhasilan dalam dunia musik yang disenanginya itu membuatnya tak ragu untuk meninggalkan kapal dan menuju ke Jakarta. Sayang, di Jakarta, Eky gagal menembus studio rekaman.
Karena merasa tak beruntung di Jakarta, Eky akhirnya menuju Surabaya. Di sinilah sebuah studio musik menawarinya rekaman. Dan di akhir 1970-an, Eky pun terkenal di daerah Maluku dan sekitarnya dengan single "Did".
Eky kemudian menikah dan bekerja sebagai pegawai penciptaan lagu daerah golongan I di Depdikbud. Hingga kini, 100 lagu daerah telah diciptakannya.
Pada tahun 2002, muncullah gagasan untuk menciptakan alat musik dari bambu. Ide itu muncul saat Eky mendengar suara gesekan bambu yang tertiup angin dan rasa keprihatinannya terhadap ketiadaannya seni musik tradisional, terutama di daerah asalnya, Desa Taar, Kota Tual, Maluku. Hingga akhirnya sekarang Eky terkenal sebagai seniman pembuat alat musik dari bambu.
Setelah tiga tahun mencoba dia baru bisa membuat satu jenis alat musik. Alat musik yang terdiri dari enam bambu berukuran sekitar setengah meter itu dinamakannya "leiswanwan". Selang satu tahun, dia berhasil membuat alat musik lain. Alat musik yang dinamakan "ekal", kependekan dari namanya Eky Talaut, ini hampir mirip dengan biola. Bedanya, senar menggunakan kulit bambu yang telah ditipiskan dan senar dari dawai menggunakan tali tipis.
Satu tahun kemudian, Eky berhasil lagi membuat alat musik. Alat musik yang dinamakan "dehir" ini terdiri dari delapan bambu berukuran setengah meter sampai satu meter.