Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan adalah salah satu pahlawan revolusi terkenal di Indonesia. Meskipun ia meninggal dalam usia yang masih muda yakni 40 tahun, perjuangan beliau dalam mempertahankan tanah air sangat patut untuk diacungi jempol.
Panjaitan adalah sosok pahlawan yang pernah mengenyam bangku SD hingga kuliah di Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat. Selama masih di Indonesia, ia sempat menjadi anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau dan membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian berubah menjadi TNI. Ia menduduki jabaran sebagai komandan batalyon di TKR yang kemudian menjadi KOmandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Setelah itu, ia menjadi Kepala Staff Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatra.
Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pun berhasil diraihnya ketika Agresi Militer Belanda ke II terjadi. Setelah Agresi Militer Belanda II berakhir, ia diangkat kembali menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan yang selanjutnya di pindahkan ke palembang menjadi Kepala Staf T&T II/Sriwijaya.
Setelah pulang menuntut ilmu di Amerika Serikat, Panjaitan membongkar rahasia PKI akan pengiriman senjata dari Republik Rakyat China yang dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan . Senjata-senjata tersebut diperkirakan akan digunakan oleh PKI untuk melancarkan aksi pemberontakan.
Aksi Panjaitan atas pembongkaran rahasia PKI menyulut api kemarahan dari pihak PKI. Pada tanggal 1 Oktober 1965, sekelompok anggota Gerakan 30 September datang ke rumah Panjaitan. Ketika Panjaitan berusaha untuk melarikan diri, ia tertembak oleh anggota PKI dan meninggal. Mayatnya dibawa dan dibuang di Lubang BUaya. Pada tanggal 4 Oktober, mayat Panjaitan diambil dan dimakamkan secara layak di TMP Kalibata, Jakarta. Berkat keberaniannya membela negara, Panjaitan mendapatkan gelar Pahlawan Revolusi oleh pemerintah Indonesia.