Nama Chusnul Mar'iyah dikenal sebagai salah seorang aktivis yang sangat gigih memperjuangkan hak perempuan, khususnya perempuan Indonesia. Mar'iyah bahkan bisa dikatakan telah memulai perjuangannya pada saat masih aktif tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Indonesia. Berkaitan dengan bidang Ilmu Politik yang ditekuninya, Mar'iyah aktif berkecimpung dalam berbagai kegiatan LSM di universitas tersebut sekaligus memanfaatkan kegiatan tersebut sebagai tempat belajar langsung untuk menimba pengalaman faktual terhadap berbagai kasus sosial yang terjadi di masyarakat. Sepak terjang Mar'iyah dalam bidang sosial terus berlanjut bahkan ketika dirinya diangkat sebagai salah satu staf pengajar di Universitas Indonesia. Pengabdian dan kerja keras Mar'iyah dibuktikan dengan amanah yang diberikan almamaternya ketika dipercaya menjabat sebagai Ketua Program Studi Ilmu Politik, Pascasarjana, FISIP, Universitas Indonesia.
Tentu saja, bertambahnya kesibukan Mar'iyah dalam bidang akademik tidak serta merta menurunkan aktivitasnya dalam bidang sosial kemasyarakatan, khususnya terkait masalah perempuan di Indonesia. Wanita pemegang gelar doktor dari University of Sydney Australia ini justru semakin aktif dalam berbagai kegiatan LSM. Beberapa jenis kegiatan sosial kemasyarakatan yang pernah dilaksanakan Mar'iyah adalah sebagai petugas pelatih dalam Operation Raleigh pada 1997. Ia juga pernah bekerja di Pusat Informasi dan Dokumentasi Perempuan Kalyanamitra, bahkan mengikuti sebuah ekspedisi ke Pulau Seram, Maluku atas kerjasama pemerintah Inggris dan berada di bawah naungan langsung putra mahkota kerajaan Inggris, Pangeran Charles.
Kepedulian Chusnul Mar'iyah terhadap bangsa dan, utamanya, kaumnya sendiri dibuktikan dengan sederet kegiatan dan dan karya nyata yang banyak ditujukan untuk pemberdayaan perempuan di Indonesia. Selain banyak bergabung dalam berbagai LSM, Mar'iyah juga mendirikan beberapa organisasi yang bergerak dalam bidang permasalahan perempuan di Indonesia. Tercatat Mar'iyah pernah bertindak selaku Koordinator Ad Interim sekaligus pendiri sebuah organisasi bernama Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi. Organisasi ini berhasil mengadakan kongres perempuan Indonesia untuk pertama kalinya pada 1998. Selain organisasi tersebut, nama Mar'iyah juga tercatat sebagai pendiri organisasi Perempuan untuk Perdamaian dan Keadilan Gender (Perempuan PeKa) yang berhasil mengadakan kongres perempuan Aceh.
Di samping masalah perempuan di Indonesia, Mar'iyah juga peka terhadap kondisi sosial politik di tanah airnya sendiri. Namanya pernah tercatat sebagai salah seorang anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada periode 2002-2007. Pada periode tersebut, atau sekitar 2004, nama Chusnul Mar'iyah pernah mencuat karena tersandung kasus pencemaran nama baik atas Roy Suryo, seorang pakar teknologi informasi di Indonesia, yang melapor ke Polda Metro Jaya berdasarkan tuduhan Mar'iyah bahwa Suryo menjual data KPU kepada tim sukses salah seorang calon presiden Wiranto pada masa itu. Setelah menjalani beberapa persidangan, Chusnul Mar'iyah bebas dari dakwaan tersebut karena kasus ini dianggap bukan merupakan tindak pidana.