Christophorus Apolinaris Eka Budianta Martoredjo lahir di Ngimbang, Lamongan, 1 Februari 1956. Penulis yang kemudian populer dengan nama pena Eka Budianta ini merupakan putra kedua dari sembilan anak pasangan Astroadi Martaredja yang mencari nafkah dengan bertani dengan istrinya Daoeni Andajani, yang bekerja sebagai seorang guru SD. Eka dibesarkan dalam lingkungan keluarga penganut Katolik yang sederhana. Setelah menamatkan pendidikan dasar di desa kelahirannya, Eka kemudian memutuskan pindah ke kota Malang tepatnya di desa Dempo untuk meneruskan sekolahnya di SMA St Albertus. Disini bakata menulis Eka semakin nampak menonjol. Bahkan ketika masih duduk di bangku kelas 1 SMA, Eka yang masih berusia 16 tahun sudah menerbitkan sebuah buku kumpulan puisi berjudul Bunga Desember. Pada tahun 1974, setelah tamat SMA, Eka sempat berkuliah di Akademi Teater LPKJ namun tidak diselesainya. Dia kemudian masuk ke Jurusan Kajian Kesusastraan Asia Timur yang juga tak berhasil dirampungkannya. Pada 1975, dia mendaftar ke Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Namun sayang, walau sudah menghabiskan waktu sekitar empat tahun lamanya, Eka kembali gagal menyelesaikan kuliahnya. Pada tahun 1980, Eka mengikuti pendidikan jurnalistik selama satu tahun di Los Angeles Trade Technical College, Amerika Serikat. Sekembalinya ke tanah air, Eka lalu bekerja sebagai wartawan di Tempo. Eka juga pernah tercatat sebagai koresponden koran Jepang, Yomiuri Shimbun, serta menjadi penyiar radio BBC di London, Inggris. Selama menjadi wartawan, Eka juga berhasil menerbitkan beberapa karya cerpen dan puisinya antara lain Blekok Blekok Kenangan, Seorang Lelaki dan Gunungnya, Tembang Permadi, dan puluhan judul lainnya. Tidak hanya diterbitkan dalam bentuk buku, tulisannya pun sering ditampilan di berbagai surat kabar dan majalah.Nama Eka semakin dikenal publik setelah dia tampil sebagai peserta forum puisi ASEAN bersama sekitar 50 penyair terkemuka dari negara-negara anggota ASEAN pada tahun 1978. Dalam acara tersebut, Eka menjadi peserta paling muda. Kebolehannya merangkai kata menjadi deretan kalimat penuh makna seperti yang terangkum dalam buku kumpulan puisi Sejuta Milyar Satu bahkan pernah diganjar sebuah penghargaan khusus dari Dewan Kesenian Jakarta. Sepanjang karirnya, sudah ribuan cerpen, buku, puisi yang telah dihasilkannya. Beberapa karyanya bahkan diterjemahkan dalam berbagai bahasa antara lain Inggris, Mandarin, Jerman, Belanda, dan Finlandia.