Aslim Tadjuddin adalah ekonom yang berasal dari Indonesia. Aslim lahir pada tanggal 30 Desember 1949 di Payakumbuh, Sumatera Barat. Ketertarikannya pada ekonomi membawanya masuk ke Fakultas Ekonomi Universitas Andalas di Padang, tempatnya menyelesaikan studi dan meraih gelar sarjana untuk bidang tersebut.
Putra Minangkabau yang berasal dari nagari VII Koto Talago, Lima Puluh Kota di Sumatera Barat ini kemudian melanjutkan pendidikannya untuk gelar Master of Arts di bidang Ekonomi Internasional di University of Colorado di Boulder City, Nevada. Gelar PhD juga menjadi lanjutan langkah pendidikannya saat disertasinya yang berjudul Foreign Capital and the Impact of Exchange Rate Adjustment in Oil Exporting Developing Countries: With An Application to Indonesia diterima dan membuatnya memperoleh gelar tersebut.
Tadjuddin mengawali karir ekonominya dengan menjadi pegawai di Bank Indonesia di tahun 1977. Ekonom yang terkenal cerdas ini memulai karirnya di lembaga pusat rupiah Indonesia tersebut sebagai staf Bagian Neraca Pembayaran Urusan Ekonomi Statistik. Karirnya yang gemilang membuatnya memperoleh kepercayaan untuk dipromosikan dan dipilih mewakili Bank Indonesia sebagai Kepala Perwakilan Bank Indonesia di New York, Amerika Serikat. Pada tahun 2002, karir ekonomi Tadjuddin terus meroket hingga ia didapuk menduduki posisi puncak di lembaga perbankan utama RI sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia.
Pada awal tahun 2008, Aslim terganjal kasus korupsi aliran dana BI sebesar Rp 100 miliar. Kasus yang juga menyeret dan melibatkan banyak nama ekonom dan tokoh ternama Indonesia seperti Burhanuddin Abdullah, Aulia Pohan, Maman H Somantri dan Bun Bunan Hutapea ini berhubungan dengan pencairan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia.
Di pertengahan tahun 2008, Aslim Tadjuddin resmi dinyatakan tersangka dan harus menjalani masa hukuman. Belum selesai dengan kasus pertama, di tahun 2009, pria berkacamata ini juga kembali diperiksa perihal kasus Indover. Namun dia hanya menjadi saksi. Pada tanggal 18 Agustus 2010, pria yang menjadi komisaris utama PT Emco Asset Management ini dinyatakan bebas setelah menempuh dua per tiga masa hukuman beserta remisi.