Tak sedikit pengusaha yang 'banting setir' ke ranah politik. Salah satunya adalah Albert Yaputra. Pria yang duduk sebagai Dewan Komisaris dan Direktur Utama berbagai perusahaan ini mulai dikenal secara nasional lewat kiprahnya di panggung politik, semenjak menjabat sebagai anggota Komisi VII DPR RI (Energi Sumber Daya Mineral, Riset, Teknologi, Lingkungan Hidup) mewakili Kalimantan Barat bersama Partai Demokrat.
Dengan 4 perusahaan yang dipimpinnya, CV Pulau Mas, PT Partner Sejati Garment, CV Partnership Garment, dan PT Bumi Discotama Abadi, hampir tak bisa dipercaya jika pria ini masih belum sepenuhnya puas meraih prestasi dalam hidup. Terbukti, setelah sukses di dunia bisnis, Albert, begitu pria ini biasa dipanggil, justru lebih tertarik beraksi di dunia politik, yang ditekuninya selama hampir satu dekade.
Menduduki jabatan sebagai Wakil Bendahara DPP Partai Demokrat, Albert mulai memamerkan taringnya di kancah politik pada tahun 2001. Disebut-sebut terinspirasi dengan insiden Reformasi 1998, ayah 3 orang anak ini berniat mendalami karirnya di dunia politik sekaligus membaktikan diri pada rakyat Indonesia. Jabatan inipun tak lama ditinggalkannya, justru karena Albert terpilih sebagai Wakil Sekretaris BPP Partai Demokrat di tahun 2003. Hanya butuh waktu 1 tahun untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi, sebagai Ketua DPP Partai Demokrat.
Pengalamannya di dunia politik pun tak perlu diragukan. Salah satu pengalaman berharga yang didapatkannya tak lain ketika dirinya menjadi Bendahara Tim Sukses Nasional Susilo B. Yudoyono dan Jusuf Kalla, dan sukses menghantarkan pasangan ini sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Tak hanya mengusung dua tokoh nasional ini menuju jabatan tertinggi negara, pengalaman sebagai Tim Sukses juga membuka kesempatan besar bagi pria kelahiran Jakarta ini untuk terjun lebih dalam ke dunia politik.
Walau sering didera masalah dan kesulitan, sebagian besar karena dirinya adalah seorang beretnis Tionghoa, perjuangan Albert tak percuma. Pemikiran cerdas, pengalaman dan dedikasinya menarik simpati Ani Yudhoyono yang mendukungnya untuk mengejar kursi DPR sebagai perwakilan Kalimantan Barat. Sejak 2004 hingga 2009, Albert resmi duduk sebagai salah satu anggota DPR perwakilan Kalimantan Barat.
Sayangnya, perjalanan Albert menuju kursi DPR di periode selanjutnya tak mudah. Setelah menjabat tahun 2004 - 2009, suami Suriaty Taufiq ini dianggap tidak memberikan kontribusi berarti bagi Kalimantan Bahkan, sebuah kampanye demi menolak pencalonan Albert sebagai wakil Kalbar di DPR RI sempat berlangsung lewat berbagai media, termasuk sosial media (Facebook). Mereka yang meluncurkan kampanye ini juga merasa keberatan dengan pencalonan Albert, dengan pertimbangan bahwa Albert bukan penduduk asli Kalimantan Barat.
Selain itu, banyak pihak yang merasa keberatan dengan naiknya Albert ke kursi DPR karena pria ini hanya dianggap sebagai pengganti Drs.Henri Usman yang meninggal setelah terpilih. Pihak-pihak ini tidak bersedia jika Alm. Henri Usman digantikan oleh Albert, yang saat itu berada di peringkat kedua dalam pemilihan.
Walau kampanye sempat terjadi, langkah Albert tetap mantap. Pria yang pernah menuntut ilmu di Management Leadership College, Singapura dan menempuh pendidikan Pre MBA Overseas Study & Training Institute ini resmi duduk sebagai anggota Komisi VII yang memperjuangkan hak-hak masyarakat di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral. Albert pun tak berdiam diri dalam jabatannya. Berbagai perjuangan nyata ditunjukkannya, salah satunya untuk mengatasi krisis listrik di tanah air. Tak hanya itu, Albert juga terlibat dalam memperjuangkan dan menjaga pasokan listrik di daerah perbatasan dengan kerjasama antara Indonesia dan Malaysia.
Jiwa bisnis dalam diri Albert sepertinya tak pernah luntur. Terbukti, pria ini juga memiliki dan mengelola kafe di kawasan gedung DPR, tepatnya di depan gedung Nusantara I dan II. Sayangnya, usaha ini tak justru menjadi masalah bagi Albert. Namanya sempat disorot, lantaran kafe yang dimilikinya ini dinilai sebagai tempat transaksi para calo Badan Anggaran di gedung parlemen. Setelah menjadi bahan pembicaraan, akhirnya kafe yang bernama Bengawan Solo ini terpaksa dibongkar. Namun, dengan rekomendasi Badan Kehormatan (BK), alasan yang dikemukakan untuk pembongkaran kafe ini justru karena pembenahan lingkungan komplek Parlemen, bukan karena anggapan miring yang sempat beredar.