Abdul Halim, yang dikenal sebagai perdana menteri ke-4 RI pada masa setelah RIS (Republik Indonesia Serikat), adalah putra dari Achmad St. Mangkoeto dan H. Darama. Setelah menyelesaikan pendidikan tinggi di GHS (Geneeskundige Hooge School, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) Jakarta, beliau tidak langsung menekuni dunia kedokteran, dan malah terjun ke dunia politik dan olahraga. Pada tahun 1927, beliau turut aktif bermain dan membangun klub sepakbola yang saat ini kita kenal sebagai Persija Jakarta. Peran besar beliau dalam membina Komite Olimpiade Indonesia (KOI) yang kemudian berhasil mengirim kontingen Indonesia pertama untuk berlaga di ajang Olimpiade pun turut melejitkan nama beliau.
Tetapi, yang membesarkan nama seorang Abdul Halim adalah keaktifan beliau di ranah politik Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan. Berbagai posisi penting pernah dijabatnya, seperti menjadi Wakil Ketua BP-KNIP mendampingi Mr. Assaat. Setelah RIS dibubarkan dan kembali menjadi RI, beliau kembali didapuk menjadi Perdana Menteri, dengan Mr. Assaat sebagai Acting Presiden. Salah satu hal yang membuat beliau terpilih adalah karena beliau merupakan seorang non-partisan, sehingga menghindarkan RI muda yang kala itu tengah mengalami perselisihan antar partai. tokoh-tokoh ternama yang turut merekomendasikan beliau antara lain adalah Sutan Sjahrir, Djohan Sjahroezah, dan Prawoto. Awalnya beliau sempat menolak, tetapi atas desakan banyak tokoh bangsa, akhirnya beliau menerima amanat tersebut. Abdul Halim pernah berkata, "Yang terpenting adalah, untuk apa kita mencapai kemerdekaan, buat apa membentuk negara, jika tidak menaikkan kehidupan rakyat. That is the most important thing. Kalau itu disebut federasi OK, disebut persatuan OK," maka dari itu, Kabinet Halim menjadikan pembentukan negara kesatuan sebagai program pertama. Kesuksesan beliau tak sampai di situ, buktinya beliau kembali ditunjuk menjadi Menteri Pertahanan (ad interim) pertama RI di Kabinet Natsir, meskipun kemudian mengundurkan diri di tengah periode.
Selepas dari tugasnya sebagai menteri, beliau kembali ke bidang asalnya yaitu sebagai dokter ahli THT dan berpraktik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Selain itu, beliau juga menenggelamkan diri pada hobinya mengoleksi mobil, bahkan banyak orang menyebut beliau "dokter mobil". 10 tahun lamanya Abdul Halim juga menduduki jabatan sebagai direktur, sejak tahun 1951 sampai 1961. Selepas itu, beliau menjadi Inspektur Jenderal RSCM hingga akhir hayatnya. Beliau tutup usia pada tahun 1987 karena sakit.