Sinar Harapan merupakan salah satu surat kabar yang terbit di Indonesia. Surat kabar ini mulai beredar sejak tanggal 27 April 1961 yang dirintis oleh HG Rorimpandey. Perkembangan surat kabar ini semakin pesat, terlihat saat jumlah cetakan yang semakin melonjak hingga mencapai 25.000 eksemplar di akhir tahun pertama-nya. Dengan hal ini semakin memperkuat posisi Sinar Harapan sebagai salah satu surat kabar terkemuka di Indonesia. Sinar Harapan juga telah mendapat sebutan kala itu sebagai "raja koran sore" yang hingga tahun 1985 telah terbit sekitar 250.000 eksemplar dan mempekerjakan lebih dari 451 orang karyawan. Berpegang teguh dengan komitmen "Memperjuangkan Kemerdekaan dan Keadilan, Kebenaran dan Perdamaian berdasarkan Kasih", Sinar Harapan pernah mengalami beberapa kali pembredelan oleh Pemerintah.
Pembedrelan pertama terjadi pada era G 30 S/PKI. Pada saat itu surat kabar dibredel untuk tidak terlalu meng-ekspos peristiwa tersebut dan hanya beberapa media saja yang diperbolehkan untuk terbit. Namun sejak tanggal 8 Oktober 1965 akhirnya Sinar Harapan diperbolehkan terbit kembali. Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah tak hanya berhenti sampai di situ, pada era pemerintahan Orde Baru tahun 1970-an, Pemerintah menuding Sinar Harapan melanggar kode etik pers terhadap laporan Komisi IV tentang korupsi. Sinar Harapan dianggap mendahului pidato presiden mengenai hal tersebut. Untungnya ada beberapa pihak yang masih mendukung kinerja Sinar Harapan dan menganggap bahwa pelanggaran tersebut tidak mempunyai alasan yang cukup kuat. Perjalanan Sinar Harapan memang menemui berbagai rintangan. Sinar Harapan kembali berurusan dengan Dewan Kehormatan Pers pada Januari 1972 terkait pemberitaan dengan judul “Presiden larang menteri-menteri beri fasilitas pada proyek Mini” yang dimuat pada edisi 31 Desember 1971. Hal lain yang juga terjadi adalah pencabutan sementara Surat Ijin Cetak Sinar Harapan sejak tanggal 2 Januari 1973 oleh Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) perihal pemberitaan mengenai RAPBN “Anggaran ‘73-’74 Rp. 826 miliar”. Dengan adanya masalah tersebut akhirnya Sinar Harapan dapat kembali terbit pada tanggal 12 Januari 1973.
Pada peristiwa Malari yang terjadi pada tahun 1974, Sinar Harapan juga mengalami pembredelan seiring dengan pembredelan beberapa surat kabar lainnya. Hal ini terkait dengan pemberitaan yang dilayangkan oleh beberapa surat kabar terkait kegiatan yang dilakukan mahasiswa kala itu yang mungkin berdampak pada memanasnya situasi politik. Beberapa bulan kemudian, Sinar Harapan kembali beredar sejak 4 Februari 1978. Masalah yang paling berat yang menimpa bisnis percetakan surat kabar ini adalah pemberitaan dengan judul “Pemerintah Akan Cabut 44 SK Tata Niaga Bidang Impor” pada era pemerintahan Soeharto yang berdampak pada pembatalan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUPP) pada Oktober 1986. Dengan hal ini Sinar Harapan dilarang untuk terbit dalam waktu 15 tahun lamanya. Sinar Harapan kembali lahir di kala kebebasan pers mulai longgar pada era Reformasi. Dengan ini Sinar Harapan resmi terbit kembali pada 2 Juli 2001 di bawah naungan PT. Sinar Harapan Persada. Tak disangka bahwa kehadiran Sinar Harapan kembali ke publik mendapat respon positif yang cukup baik dari berbagai pihak, baik dari pemerintah, politikus, pelaku bisnis hingga biro iklan. Sejak saat itulah dimulailah kembali era Sinar Harapan di tengah-tengah masyarakat.