Partai Golongan Karya atau Partai Golkar merupakan salah satu partai politik terbesar di Indonesia. Partai Golkar berdiri pada akhir era kepemimpinan Presiden Soekarno. Guna menghadapi kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 20 Oktober 1964 terbentuklah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) yang terdiri dari pemuda, wanita, sarjana, buruh, tani dan nelayan yang dihimpun oleh golongan militer khususnya Angkatan Darat. Sekber Golkar merupakan sebuah tempat bagi golongan fungsional yang tidak terpengaruh akan politik tertentu.
Sekber Golkar nyatanya dapat diterima di tengah-tengah masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan anggotanya yang semakin meningkat. Dengan ideologi yang menegakkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 Sekber Golkar kemudian dibagi dalam 7 Kelompok Induk Organisasi (KINO), yaitu Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO), Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Organisasi Profesi, Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM), Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI), dan Gerakan Pembangunan.
Pada Pemilu 1971, kekuatan Sekber Golkar yang tertuang dalam 7 KINO menjadi landasan utama untuk ikut serta dalam Pemilu dengan nama Golongan Karya (Golkar) sesuai dengan keputusan pada tanggal 4 Februari 1970. Dalam Pemilu 1971 Golkar dianggap remeh bagi sebagian partai lain, yang kala itu seperti NU, PNI dan Parmusi. Hasilnya, Golkar sukses besar dengan perolehan suara sebesar 34.348.673 suara atau 62,79 % dari total perolehan suara.
Pada tanggal 17 Juli 1971 Sekber Golkar resmi merubah diri menjadi Golkar. Dalam Musyawarah Nasional (Munas) I yang dilaksanakan bulan September 1973, Golkar membentuk organisasi-organisasi baru, yakni Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dan Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI).
Golkar merupakan salat satu alat melumpuhkan kekuatan PKI yang sepenuhnya didukung oleh Soeharto. Selain itu, Golkar dan TNI-AD juga berperan sebagai tulang punggung Orde Baru. Hal ini dibuktikan bahwa selama kepemimpinan Orde Baru, jabatan-jabatan dalam pemerintahan baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif, hampir semuanya diduduki oleh kader Golkar.
Pada saat era kepemimpinan Soeharto di zaman Orde Baru, terdapat peraturan yang mewajibkan semua pegawai negeri sipil (PNS) untuk mendukung Golkar. Namun, setelah pengunduran diri Soeharto, peraturan yang dikenal dengan Peraturan Monoloyalitas ini dicabut. Sekarang, PNS bebas menentukan pilihannya tanpa harus terpacu pada satu partai saja.
Golkar selalu tampil sebagai pemenang dalam Pemilu yang diadakan sejak tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Setelah lengsernya rezim Soeharto, Golkar berubah menjadi Partai Golkar yang lebih terbuka tanpa adanya kebijakan-kebijakan yang membantu kelangsungan partai seperti sebelumnya.
Ketua Umum Partai Golkar saat ini adalah Aburizal Bakrie. Pada Pemilu 2009 lalu, Partai Golkar memperoleh posisi kedua dengan total perolehan suara sebesar 15.037.757 atau 14,45 % dari 44 partai politik yang menjadi peserta Pemilu.