Oleh M. Ridha Rasyid

Praktisi dan Pemerhati Pemerintahan


Sejumlah kalangan dalam sepekan terakhir ramai mengusulkan penundaan pelaksanaan tahapan pemilihan kepala daerah serentak yang direncanakan pemilihannya 5 Desember mendatang. Pertama kali saran ini disampaikan Jusuf Kalla, mantan wakil Presiden, dengan mengatakan bahwa sebaiknya pilkada ini di tunda hingga pandemi  covid19 benar benar bisa dikendalikan atau kecenderungan melandai. Kita harus mengutamakan kesehatan dan keselamatan rakyat, katanya.

Lalu oleh PBNU mengamini usul itu seperti dikatakan Said Agil Siradj, ketua Umum Tanfidziyah PBNU. Katanya, jika lebih banyak mudharatnya  penundaan pilkada adalah keniscayaan. Menyusul saran dari Majelis Ulama Indonesia  juga mengatakan hal sama. Dan banyak lagi argumen yang di sampaikan sejumlah pihak.

Terakhir Mendagri Tito Karnavian  menjelaskan beberapa point, pertama, kemendagri telah menunda pelaksanaan pelaksanaan pilkades di hampir 3000 desa sampai batas waktu yang belum ditentukan, kedua,  opsi perppu  protokol kesehatan pilkada, ketiga, revisi PKPU terkait larangan kampanye dan pengerahan massa didasari protokol kesehatan serta penindakan tegas kepada tim dan calon yang melanggar.

Intinya, pro dan kontra pilkada di tengah bencana non alam ini perlu dicermati secara seksama dan menyeluruh. Tidak hanya dilihat dari satu aspek saja, dengan mengedepankan kesehatan, tetapi juga hal lain yang melingkupinya.  Oleh karena itu, ada beberapa pertimbangan  yang kiranya bisa jadi masukan penyelenggara, kpu, bawaslu,  kemendagri dan komisi dua DPR, sebagai regulator pemilihan kepala daerah. 

Makna Pemerintahan 

Pemilihan kepala daerah  ini menjadi penting maknanya, pertama, keberlangsungan kepemimpinan pemerintahan tidak bisa ditunda. Adagium tidak boleh ada kekosongan pemerintah adalah suatu keharusan. Inti keberadaan suatu negara bila pemerintahan itu ada dan sah. Keshahihan  suatu pemerintahan melalui pemilihan yang dilakukan secara terbuka dan adil yang mencerminkan hak kedaulatan rakyat itu terpenuhi.

Konstitusi kita mengamanatkan mekanisme pemilihan pemimpin pemerintahan itu secara jelas. Bahwa hak konstitusi dipilih  dan memilih itu bagian dari pelaksanaan demokrasi Pancasila. Sebab, itu, selain tidak boleh ada kekosongan kepemimpinan dalam pemerintahan, pada saat yang sama, hak kedaulatan rakyat itu juga harus dipenuhi, ketiga, bahwa pandemi sebagai suatu kejadian luar biasa, atau bentuk bencana lainnya, maka penundaan bukan solusi tepat, bila saja dimungkinkan ada cara untuk mensiasati kondisi tersebut seperti dengan membuat regulasi tegas dan kuat akan kepatuhan terhadap pelaksanaan protokol kesehatan disertai sanksi yang jelas atas setiap pelanggaran yang dilakukan, keempat, keberlanjutan tugas dan fungsi hadirnya pemerintahan wajib diwujudkan.

Rakyat berhak mendapatkan pemimpin pemerintahan yang baik dan melayani serta memenuhi kebutuhan dan kepentingan rakyat dalam situasi apapun. Ini mutlak kalau saja kita mengerti akan makna keberadaan pemerintahan itu. 

Sisi Positif Penundaan

Saya tidak begitu banyak melihat sisi positif dari penundaan ini selain karena kondisi pandemi covid19 dipersepsikan masalah keselamatan rakyat yang harus dijaga. Sesungguhnya sudah dan sedang dilakukan.

Yang paling penting bahwa manajemen krisis ini yang harus dievaluasi. Waktu yang tersisa kurang lebih 3 bulan ke depan bisa dilakukan, pertama, pencegahan, pengendalian dan penanganan terjadinya penyebaran corona virus disease  dilakukan secara massif dan penerapan protokol kesehatan yang lebih tegas lagi.

Dan, dalam hal ini UU lex spesialis Covid19 harus segera di buat, meskipun sudah ada UU No 2 Tahun 2020, tetapi bukan secara spesifik mengatur pandemi Covid19, kedua, bahwa argumen dimungkinkan pengisian jabatan kepala daerah oleh pejabat sementara  salah satu alasan  pembenaran ini, akan dijelaskan lebih lanjut dalam aspek lain penundaan

Aspek lain penundaan 

Lalu apa untung rugi jika benar benar penundaan itu dilakukan, jika diasumsikan sampai pada situasi yang aman, apakah ini tidak akan jadi preseden  yang kurang baik ke depan. Bahwa akan terjadi penundaan berikutnya, entah kapan, jikalau ada kejadian luar biasa  lagi. Oleh karena sudah ada yurisprudensi.

Alasan utama jangan sampai terjadi suatu penundaan berlanjut, sebab sudah pernah tertunda yang tadinya direncanakan bulan september, antara lain pertama, tidak boleh terjadinya kekosongan pemerintahan yang sah itu wajib diperhatikan dan dipatuhi, kedua, penyusunan program, kebijakan, kegiatan dan anggaran yang tertuang dalam apbd pokok dan perubahan sebagai pedoman pelaksanaan dari rencana pembangunan jangka panjang  dan menengah daerah harus ada.

Bahwa boleh saja digunakan APBD tahun sebelumnya, itu dalam kasus jikalau RAPBD yang diajukan ditolak oleh DPRD, ketiga, dalam hal pengguna anggaran, posisi kepala daerah menjadi penting adanya. Bahwa yang namanya pejabat ataupun pelaksana tugas punya keterbatasan serta bukan pengendali penuh. Maka ketika itu terjadi, ada dua kepemimpinan dalam satu daerah.

Betapa tidak, pejabat yang ditunjuk atas usulan  gubernur  bagi pejabat bupati dan walikota dikendalikan oleh pemerintah propinsi (gubernur) sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Sementara bagi pejabat gubernur dibawah kendali menteri dalam negeri dalam hal ini pengawasan pelaksanaan tugas gubernur dilakukan dirjen otonomi daerah  dan dirjen pemerintahan umum dan politik kemendagri.

Keleluasaan berkreasi  bagi pejabat di daerah sangat terbatas dan riskan, keempat, rakyat yang seharusnya menikmati jalannya roda pembangunan dan ekonomi juga akan terkendala. Sehingga pelbagai hal perlu di pertimbangkan oleh para pihak bilamana dilakukan penundaan ini. Kuncinya ada pada regulasi dan tindak tegas protokol kesehatan penting adanya serta mendorong partisipasi dan kepedulian rakyat untuk memproteksi dirinya dari paparan virus ini, yang memang sangat berbahaya.

Sama bahayanya ketika terjadi kekosongan pemerintahan yang juga akan berdampak kepada rakyat, kepada masyarakat. Semoga keputusan bijak dan komprehensif oleh para pihak dalam menilai situasi sekarang di tempuh dengan akal sehat, kita semua juga jadi sehat. Semoga.

Wallahu a'lam bisshawab.

Makassar 21 September 2020\