Reforma Agraria: Menjaga Asa dengan Pemerataan

By Admin

Foto/dok. KSP   

nusakini.com - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melalui tahun 2016 dengan beberapa apresiasi atas kemampuan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah menurunnya perekonomian global.

Pada tahun 2017 ini, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah akan lebih fokus pada upaya pemerataan. “Meskipun kita tahu angka gini ratio kita sedikit membaik, tapi dalam angka masih tinggi. Oleh sebab itu, kita harus kerja keras mati‐matian dalam rangka menurunkan angka kesenjangan kita. Baik kesenjangan antar wilayah, kesenjangan antara kaya dan miskin yang ini menjadi sebuah konsen besar pemerintah kita ke depan,” kata Presiden Jokowi.

Salah satu upaya penurunan kesenjangan dengan meningkatkan produktivitas rakyat serta atasi kesenjangan kepemilikan lahan, Pemerintah RI telah menyiapkan salah satu program terobosannya dengan melakukan redistribusi 21,7 juta hektare lahan melalui program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial.

Kedua program yang digulirkan Presiden Jokowi ini ditindaklanjuti secara intensif dengan mengkoordinasikan langkah‐langkah bersama yang dibicarakan dalam Forum Merdeka Barat 9, Minggu,( 26/3/2017) di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat.

Diskusi dengan kalangan media ini menampilkan narasumber Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, dan Dirjen Planologi Kehutanan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) San Afri Awang yang mewakili Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar.

Saat ini pemerintah siap melakukan redistribusi lahan seluas 21,7 juta hektare ke masyarakat. Presiden mengatakan program ini merupakan bagian dari reforma agraria serta redistribusi aset yang akan dilakukan pemerintah. “Reforma Agraria seluas kurang lebih 9 juta hektar dan Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta hektar harus selesai dalam dua tahun,” kata Menteri Perekonomian Darmin Nasution.

Presiden Jokowi sudah menegaskan bahwa reforma agraria adalah penataan kepemilikan lahan dan akses masyarakat dalam pengelolaan lahan, sehingga dapat menjadi kekuatan ekonomi produktif baru di tengah masyarakat. “Program ini akan mendorong lahirnya ekonomi baru yang lebih berkeadilan, sekaligus dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial di tengah‐tengah masyarakat,” tegasnya lagi.

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menetapkan reforma agraria sebagai bagian dari Rencana Kerja Pemerintah tahun 2017 dalam Perpres No 45/2016 pada 16 Mei 2016. Terdapat 5 (lima) Program Prioritas terkait Reforma Agraria, yaitu:

Penguatan Kerangka Regulasi dan Penyelesaian Konflik Agraria

Penataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria
3. Kepastian Hukum dan Legalisasi atas Tanah Obyek Reforma Agraria
4. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penggunaan, Pemanfaatan dan Produksi atas Tanah Obyek Reforma

Presiden Jokowi minta seluruh Kementerian/Lembaga untuk kosentrasi mengatasi kemiskinan di pedesaan termasuk di desa‐desa di dalam dan di sekitar kawasan hutan.“Saya mencatat ada 25.863 desa di dalam dan sekitar kawasan hutan di mana 71 persen menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan. Ada 10,2 juta orang miskin di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki aspek legal terhadap sumber daya hutan,” papar Presiden RI ke-7 ini.

Ia juga menegaskan bahwa yang mendapatkan hak untuk mengakses program Perhutanan Sosial adalah rakyat, koperasi, kelompok tani dan gapoktan (keluarga kelompok tani). “Karena kita ingin mengkorporasikan petani, mengkorporasikan koperasi. “Masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan hutan secara legal masuk kedalam perekonomian formal berbasis sumber daya hutan,” tambah Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi mengarahkan perlu diambil langkah‐langkah kongkret untuk mengatasi kemiskinan di desa‐ desa di dalam dan di sekitar sekitar kawasan hutan. Salah satunya dengan segera merealisasi kebijakan perhutanan sosial yang memberikan akses ruang kelola sumberdaya hutan bagi warga masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan.

Program Reforma Agraria di bawah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan program perhutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Kedua program itu berbeda karena reforma agraria menekankan pada aspek redistribusi lahan, sedangkan hutan sosial lebih menekankan pada akses kelola terhadap lahan.

Reforma agraria atau legal formal disebut pembaruan agraria adalah proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber‐sumber agraria (khususnya tanah).

Libatkan Berbagai Pihak 

Dalam tataran operasional reforma agraria di Indonesia dilaksanakan melalui dua langkah yaitu pertama, penataan kembali sistem politik dan hukum pertanahan berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan UU Pokok Agraria. Kedua, proses penyelenggaraan reforma agraria plus, yaitu penataan aset tanah bagi masyarakat dan penataan akses masyarakat terhadap sumber‐sumber ekonomi dan politik yang memungkinkan masyarakat untuk memanfaatkan tanahnya secara baik.

Sedangkan program Perhutanan Sosial membuka kesempatan bagi masyarakat sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah.

Setelah disetujui, masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara‐cara yang ramah lingkungan sehingga masyarakat akan mendapat berbagai insentif berupa dukungan teknis dari pemerintah dalam mengelola perkebunan tanaman dalam areal yang mereka ajukan. Hasil panen dari perkebunan ini dapat kemudian dijual oleh masyarakat demi pemenuhan kebutuhan ekonominya sehari‐hari.

Presiden mengarahkan seluruh hambatan dalam merealisasi perhutanan sosial bisa segera diatasi, termasuk Presiden meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk segera menyederhanakan regulasi dan prosedur sehingga perhutanan sosial mudah diakses oleh masyarakat. Termasuk perhatian harus diberikan terhadap hak‐hak masyarakat adat dan segera mengeluarkan penetapan Hutan Adat terutama yang telah memenuhi persyaratan.

Presiden telah mengarahkan agar tidak hanya berhenti pada pemberian ijin perhutanan sosial, tapi harus diikuti dengan program‐program lanjutan untuk memperkuat kemampuan warga di sekitar kawasan hutan, mulai dari penyiapan sarana dan prasarana produksi, pelatihan dan penyuluhan, akses pada informasi pasar, teknologi, akses pembiayaan dan penyiapan pasca panen. Presiden juga meminta diperhatikan pengembangan aspek bisnis perhutanan sosial yang tidak hanya agro‐forestry, tapi juga bisa dikembangkan ke bisnis eko wisata, bisnis agro, bisnis bio energi, bisnis hasil hutan bukan kayu, serta bisnis industri kayu.

Presiden menilai penuntasan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial adalah sebuah upaya yang melibatkan berbagai pihak dari berbagai sektor. Apalagi penyelesaian ini akan mengambil langkah yang bertahun‐tahun. Karena itu pihak Kementerian dan Lembaga terkait harus bisa mengajak semua pihak untuk menyukseskannya.(p/mk)