Piala AFF 2020. Dali Taher: Anak-anak Luar Biasa, Tapi Jangan Terlena

By Abdi Satria


M. Nigara

Wartawan Sepakbola Senior

BEGITU kalimat singkat yang dilontarkan oleh satu-satunya praktisi sepakbola tanah air yang pernah duduk sebagai Eksekutif Komite AFC dan Anggota Komite Etik FIFA, Dali Taher. Pujian itu disampaikan Senin (20/12/2021) pagi, 12 jam setelah Evan Dimas dan kawan-kawan mampu menggilas tim nas Malaysia, 4-1 di laga terakhir grup, Piala AFF, yang di mainkan di Nasional Stadion, Singapura. 

"Jujur, anak-anak kita bukan hanya menang skor, tapi menang pula dalam permainan," lanjut Bang Dali. "Saat lawan Laos, anak-anak, kita hanya menang skor. Laos lebih baik polanya," lanjut salah seorang pendiri Liga Sepakbola Utama atau Galatama itu. 

Menurut Bang Dali, apa yang kita saksikan di Piala AFF ke-13 adalah tim nas kita sudah terlihat dan terasa sentuhan atau aroma Korea Selatannya. "Mereka, khususnya ketika melawan Malaysia, bisa bermain cepat dan mampu memainkan strategi yang mengalir," pujinya. 

Dan yang paling signifikan, anak-anak kita mampu bermain 90 menit. Selama ini, timnas yang mana pun, masih menurut Bang Dali, anak-anak kita hanya bisa bermain konstan 30-40 menit saja. Setelah itu, fisik mereka langsung anjlog. 

Saya agak terkejut, biasanya Bang Dali sangat kritis terhadap PSSI. Maklum, dia paham betul tentang sepakbola. Pergaulan dan kemampuannya dalam beberapa bahasa asing, sangat luar biasa. Tak heran, dialah satu-satunya orang Indonesia yang menjadi pengurus AFC dan FIFA. Sekali ini Bang Dali tak ragu memuji. 

Skill Tidak Kalah

Bang Dali pun bersepakat dengan saya terkait kemampuan teknik para pemain kita. Kualitas teknik tim nas kita, minimal ada 2 sampai 3 tim sesungguhnya pantas tampil di putaran final piala dunia.

Pertama, Timnas 1958-61. Tak heran di Olimpiade Merlborne 1958, tim nas kita mampu membuat kejutan. Menahan imbang 0-0 Uni Soviet, dan kalah 4-0 di laga play off . Kekalahan kita karena kondisi fisik yang memprihatinkan. Asupan giji dan kalori yang jauh dari mencukupi membuat recovery tidak terjadi. 

Kedua, tim nas Pra Olimpiade, 1975. Iswadi cs memiliki teknik yang sama sekali tidak kalah dari Korea Utara. Sekali lagi, kelelahan yang jadi kelemahan. 

Setelah melewati 40 menit, kekuatan Iswadi dan kawan-kawan melorot tajam. Sebetulnya, kita nyaris lolos ke Olimpiade Montreal, 1976. Karena fisik sudah menurun drastis, maka adu penalti pun kita kalah. 

Lalu tim ketiga, Bambang Nurdiansyah cs yang tampil di Pra Piala Dunia 1985. Meski akhirnya kita kalah dari Korsel 2-1 di Seoul dan 4-1 di Jakarta, skill mereka juga tidak kalah dari lawan. Sebagai bukti, saat itu KFA  ( Korean Football Assotiation) melakuan sports intelegance  dengan melibatkan Kedubes mereka di Jakarta. 

Semua data pemain kita, prilakunya, kebiasaannya di dalam dan luar lapangan sepakbola, dikumpulkan kedubes dan diserahkan ke KFA untuk pelajari. Bahkan mereka tahu ada pemain yang suka konsumsi alkohol dan mabuk-mabuk. Intinya sangat detail. 

Kalau pun masih ada tim dengan kualitas teknik tinggi, itulah tim nas Garuda-1 dan Primavera. Marzuki Nyak Mad cs, memiliki skill yang baik. Begitu juga Kurniawan Dwi Julianto, Bima Sakti, dan Kurnia Sandi yang sempat merumput di Swiss, memiliki kelas mendekati para pemain Eropa. 

Tidak  berlebihan jika mereka kita sebut berada di atas rata-rata. Namun, karena fisik mereka tidak maksimal, maka hasil yang dicapai pun tidak maksimal. 

Selain fisik, maaf, banyak juga faktor lain yang akhirnya memaksa kita semua gigit jari. Tapi, saya tidak hendak masuk ke wilayah itu. 

Jangan Terlena

Nah, puji Bang Dali, Witan Sulaiman dan kawan-kawan saat ini juga merupakan sekumpulan pemain yang memiliki kualitas hebat. Tim menjadi lebih istimewa karena mampu bermain konstan 90 menit. 

Tidak hanya itu. Jika dulu, karena tidak memiliki kebugaran yang maksimal, tim nas kita rata-rata 20 menit pertama bisa tampil keten, setelah itu, melemah. Di laga awal bisa mengagumkan, tapi laga kedua dan seterusnya melorot. Witan cs tidak demikian. 

Meski demikian, jangan terlena. Para pemain harus segera mampu menghilangkan kegembiraan dapat menggilas Malaysia. Jika euforia ini tidak segera hilang, saya khawatir kita bisa terjebak dalam kesenangan semu. 

Siangpura bukanlah lawan berat meski juga tidak boleh dipandang enteng. Apa lagi dari laga yang mereka tampilkan di penyisihan kelas mereka tidak kalah dari Thailand. 

Bisakah kita mengalahkannya? Tidak ada yang tak mungkin......