nusakini.com - Internasional - Sekitar 230.000 orang terlantar akibat kekerasan dan konflik di Myanmar pada tahun ini. Bagian kemanusiaan PBB menyatakan bahwa orang-orang terlantar ini membutuhkan bantuan.

Myanmar sedang mengalami krisis sejak Jenderal tentara Min Aung Hlaing melakukan kudeta terhadap pemerintahan terpilih pada bulan Februari lalu. Kejadian ini pun menimbulkan demonstrasi besar-besaran di seluruh penjuru negara, pergerakan ketidak patuhan masyarakat, dan pembentukan pasukan warga bersenjata.

Kantor PBB bidang Koordinasi Hubungan Kemanusiaan (OCHA), melaporkan pada hari Kamis (24/6) bahwa orang-orang terlantar dan komunitas di daerah konflik sedang membutuhkan bantuan kemanusiaan seperti makanan, kebutuhan rumah tangga, tempat tinggal, akses terhadap kesehatan, air bersih dan sanitasi, beserta jasa perlindungan lainnya.

PBB juga menyatakan bahwa penyaluran bantuan sedang berjalan, namun terhalangi oleh bentrokan bersenjata, kekerasan dan ketidakamanan di negara tersebut.

Sekitar 177.000 orang terlantar di daerah Karen, perbatasan wilayah dengan Thailand, dimana jumlahnya 103.000 pada bulan lalu. Lebih dari 20.000 orang mengungsi di 100 area setelah bentrokan pasukan warga bersenjata dengan tentara di daerah Chin dekat perbatasan India.

Ribuan orang juga kabur dari pertempuran di daerah utara Kachin dan Shan, daerah dimana etnis minoritas bersenjata sudah bertentangan dengan tentara sejak lama.

Persatuan Nasional Karen (KNU), salah satu kelompok minoritas bersenjata, menyampaikan kekhawatiran mereka mengenai banyaknya nyawa warga yang hilang, peningkatan kekerasan dan paksaan yang digunakan oleh tentara Myanmar.

Mereka menyatakan akan terus berjuang melawan kediktatoran tentara Myanmar dan akan terus berusaha melindungi warga yang tidak bersenjata.

Demonstrasti anti kudeta dilaksanakan di berbagai daerah di Myanmar, termasuk salah satunya di ibukota Yangon pada hari Kamis (24/6). Para demonstran membawa banner dan melakukan salam tiga jari untuk menunjukkan aksi menantang mereka.

Hampir setiap hari demonstrasi terjadi di Myanmar sejak kudeta pada Februari. Paling tidak 877 warga tewas akibat perlawanan tentara menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik, sebuah organisasi yang dianggap ilegal oleh rezim tentara.

ASEAN telah berusaha melakukan diplomasi untuk mengakhiri krisis dan berinisiasi untuk berdialog dengan pihak tentara, namun usaha ini sedang terhenti. Para jenderal menyatakan mereka akan tetap berjalan sesuai rencana, yaitu memulihkan ketertiban dan mengadakan pemilihan umum dua tahun lagi. (dd)