Menkeu: RUU HKPD Bukan Resentralisasi, Tapi Kuatkan Desentralisasi

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta- Konsepsi dalam Rancangan Undang-undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (RUU HKPD) bukan bertujuan untuk resentralisasi, melainkan untuk menguatkan peran dan tanggung jawab Daerah dalam mewujudkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terungkap dalam pidato pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Sidang Paripurna DPR RI pada Selasa (07/12).

“Sebagai alat untuk mencapai tujuan bernegara yakni memajukan kesejahteraan umum, pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan melalui penyerahan sebagian urusan pemerintahan konkuren kepada daerah dan telah diikuti dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal melalui pemberian sumber-sumber pendanaan sebagai aspek input kepada daerah secara efisien, adil dan selaras dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara,” terang Menkeu.

Dalam tataran intergovernmental transfer, Menkeu mengatakan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal dirancang secara komprehensif dimana pendapatan daerah sendiri atau Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH) ditambah Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) serta komponen Transfer ke Daerah (TKD) lainnya akan saling berkaitan dan melengkapi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pendapatan daerah sendiri akan menjadi sumber pendanaan signifikan bagi beberapa daerah, namun cenderung berpotensi untuk menciptakan disparitas antar daerah karena tidak semua pemda mempunyai potensi yang seimbang. Dalam konteks inilah DAU mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengurangi ketimpangan dan sekaligus mendukung kecukupan pendanaan pelaksanaan atas urusan-urusan yang telah diserahkan kepada daerah. Namun hal ini pun, ungkap Menkeu, masih belum lengkap karena terdapat berbagai urusan daerah yang perlu mendapat dukungan tambahan karena menjadi prioritas nasional sehingga dialokasikan melalui DAK.

Menkeu menekankan, untuk mencapai hasil yang optimal maka aspek proses perlu terus ditingkatkan kualitasnya. Hal ini dilakukan melalui pengelolaan belanja daerah yang berkualitas dan bersinergi.

“Sejalan dengan hal tersebut, desain desentralisasi fiskal kemudian disusun dengan mempertimbangkan pembagian urusan yang diserahkan kepada Daerah, khususnya urusan konkuren yang terdiri dari: (i) urusan wajib yang terkait pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan dan urusan nonlayanan dasar seperti ketenagakerjaan dan pertanahan; dan (ii) urusan pilihan seperti pariwisata, perdagangan, pertanian, dan industri,” terang Menkeu.

Namun demikian, Menkeu mengingatkan bahwa pada dasarnya seluruh urusan tersebut merupakan bagian dari kekuasaan pemerintahan di tangan Presiden. Maka, Menkeu menyatakan bahwa meskipun dilakukan pelimpahan kewenangan kepada pemerintah daerah, namun pelaksanaan dan pendanaan seluruh urusan pemerintahan harus dilakukan dalam satu sinergi supaya memberikan dampak yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat.

Menkeu menyambung bahwa keberhasilan desentralisasi untuk membantu pencapaian tujuan bernegara sangat tergantung dari kapasitas kinerja daerah dalam melaksanakan urusan-urusan tersebut dan sejauh mana sinergi gerak langkah antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat berjalan dengan harmonis.

Penguatan desentralisasi fiskal tidak lagi terfokus kepada sumber asal keuangan daerah mana yang paling besar (PAD atau transfer), namun yang lebih penting adalah bagaimana sumber keuangan daerah tersebut dapat menghasilkan output serta outcome yang terbaik bagi masyarakat dan terjaga akuntabilitasnya.

“Untuk itu, RUU HKPD yang telah dibahas antara Pemerintah dan DPR sama sekali tidak bertujuan untuk melakukan resentralisasi, namun justru akan menguatkan desentralisasi sebagai suatu pilihan policy untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat agar berkualitas dan bertanggung jawab demi kepentingan rakyat, serta RUU HKPD ini juga ditujukan untuk memperkuat kinerja daerah,” jelas Menkeu. (rls)