nusakini.com-- Di acara Forum Kemitraan Ormas Pemuda Pancasila yang digelar di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemendagri di Jakarta, kemarin, Menteri Dalam Negeri Tjahjo berharap semua organisasi kemasyarakatan di Indonesia, berpegang teguh pada Pancasila. Apalagi bagi ormas yang menyandang nama Pancasila seperti Pemuda Pancasila (PP). Ormas PP harus jadi pembela dan mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam semua sila di Pancasila. 

"Ormas PP ini membawa nama besar Pancasila. Dalam setiap mengambil kebijakan politik sebagai ormas dia harus mememang teguh sila-sila yang ada dalam Pancasila," kata Tjahjo 

Tentu, kata dia, ini tak hanya secara khusus berlaku bagi PP. Namun bagi semua ormas. Ia berharap, semua ormas di Tanah Air, dalam setiap pengambilan kebijakannya mampu menjabarkan sila yang ada dalam Pancasila. Begitu juga bagi para pemangku kebijakan, dalam setiap pengambilan keputusan politik atau kebijakan pembangunannya, juga mesti merujuk pada spirit yang dikandung dalam Pancasila. 

"Dalam mengorganisir, menggerakkan masyarakat tidak lepas dari sila- sila dalam Pancasila, termasuk menjaga kebhinekaan, NKRI, UUD 1945," ujarnya. 

Ormas seperti PP, lanjut Tjahjo, tentu punya tanggungjawab besar, karena dari segi nama dan juga simbol tidak terpisahkan dari Pancasila. Karena itu Pancasila sebagai ideologi negara harus jadi komitmen. Tidak hanya bagi ormas PP, tapi juga semua ormas harus punya komitmen yang sama. Terkait acara forum sendiri, menurutnya tidak hanya dengan PP. Tapi juga mengundang ormas lainnya. 

"Sehari kita memberikan pendalaman supaya lebih memahami," katanya. 

Tidak lupa Tjahjo menegaskan, masalah Kebhinekaan tak perlu diributkan lagi. Masalah ini sudah selesai. Apalagi sudah 72 tahun usia kemerdekaan Indonesia. Kalau ada yang terus mempersoalkan, ini yang harus dipertanyakan. Intinya, hargai perbedaan. Termasuk perbedaan pilihan politik. Jangan kemudian hanya berbeda pilihan politik lantas ribut. Yang bikin masygul, karena beda pilihan sampai ribut di tengah jalan. Ini bukan contoh yang baik bagi masyarakat. Tidak memberi pendidikan politik bagi publik. 

"Sekarang sudah 72 tahun merdeka kita masih ribut masalah kebhinekaan. Masih ribut urusan perbedaan. Bayangkan ganti presiden saja dan yang setuju masih ribut. Harusnya kan menghargai. Saya mau Pak Jokowi, saya tidak ya nanti silahkan gunakan hak pilihnya di TPS, jangan ribut ribut di jalan. Itu ada forumnya dikotak suara, di TPS. Ini kok sampai ribut- ribut kan tidak ada etika politik padahal ini bangsa yang harus menjaga sopan santun etika budaya," tuturnya. 

Terkait kasus di acara Car Free Day kemarin, menurut Tjahjo, itu sudah masuk dalam proses hukum. Ia minta semua pihak menghormati proses hukum yang berjalan. Dan ia berharap, tak ada lagi intimidasi serupa dikemudian hari. 

"Sekarang yang bersangkutan sudah melaporkan kepada kepolisian. Saya kira ini pemerkosaan hak- hak individu yang setiap warga negara punya hak untuk mengekspresikan menyampaikan pendapat.Soal pilhan masing-masing beda enggak boleh maksa. Ini masih setahun mulai sekarang dipaksa. Ini hak asasi yang harus dijaga. Kita punya etika," katanya. 

Tjahjo pun menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat, termasuk para elit politik untuk berpolitik dengan bermartabat. Ia mengajak agar semua pihak menghormati perbedaan yang ada. Dan tetap mengedepankan etika dalam berpolitik. 

"Mari kita menghormati etika, mari menghormati setiap individu yang punya hak berpolitik, hak pilihan," ujarnya. 

Tjahjo juga sempat mengomentari soal acara deklarasi 2019 ganti presiden di acara Car Free Day. Menurut dia, saat ini belum masuk musim kampanye. Sebaiknya semua pihak menahan diri. Jangan karena merasa kebelet, lantas etika diabaikan. Sabar saja, karena nanti juga akan tiba masa untuk berkampanye. 

"Belum saatnya kampanye pilpres. Saya kira Bawaslu punya aturan, punya rambu- rambu," ujarnya.(p/ab)