Lemahnya Budaya Riset di Indonesia: Akar Masalah dan Solusi (Opini)

By Ahmad Rajendra


Nusakini.com--Jakarta--Riset sangat penting dalam perkembangan kehidupan dan peradaban. Melalui riset, berbagai pengetahuan baru bermunculan, rentetan teknologi baru terus dikembangkan. Berbagai kendala dan persoalan yang dihadapi umat manusia sangat mungkin ditemukan jawabannya melalui riset.

Lembaga riset sungguh penting sebagai wujud dari upaya membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta peradaban umat manusia. Realitas dan perkembangan segala aspek kehidupan (alam dan sosial) hanya dapat dipahami dan/atau dijelaskan dengan baik jika telah melewati riset-riset yang mendalam.

Apa yang ada dan terjadi di masa lalu berikut kondisi saat ini dan kemungkinannya ke depan hanya bisa dijelaskan dengan baik, berdasar, dan bertanggung jawab jika itu merujuk pada hasil riset.

Di berbagai negara, lembaga-lembaga riset sangat berwibawa, dihormati, dan selalu menjadi rujukan. Begitu pula di berbagai perguruan tinggi terkemuka, hasil-hasil riset oleh lembaga riset mereka menjadi parameter mutakhir dari perkembangan teori ilmu pengetahuan.

Kondisi Riset di Indonesia 

Lantas bagaimana kondisi riset di Indonesia? Di Indonesia, lembaga riset sudah cukup banyak, baik yang dimiliki dan dikelola oleh negara maupun swasta.

Hampir semua kementerian memiliki lembaga risetnya sendiri. Negara juga memiliki lembaga khusus untuk riset berbagai bidang yakni LIPI. Ada pula Kementerian Riset dan Teknologi.

Hanya saja, sejauh ini, kebijakan-kebijakan yang dirumuskan pemerintah tidak banyak merujuk pada hasil-hasil riset. Kebijakan yang tidak berbasis riset membuatnya lemah, sulit diimplementasikan, dan tidak ramah terhadap dinamika yang berkembang.

Dalam konteks negara, sangat penting lembaga-lembaga riset diperkuat, bukan dengan terus menambah jumlah lembaga-lembaga riset baru, tetapi dengan beberapa cara, antara lain: (1) mengembangkan sumber daya manusia yang ada di dalamnya secara berkelanjutan; (2) memberikan alokasi anggaran riset yang besar dan memadai; (3) menggunakan hasil riset itu sebagai rujukan ilmiah dalam pengambilan keputusan.

Selain itu, lembaga riset seperti LIPI dan Ristek sebaiknya digabung kemudian dibangun link dan sinergisitasnya dengan perguruan tinggi, sehingga selalu bisa berkolaborasi dalam melakukan riset-riset. Hal seperti ini akan turut memperkuat proses dan hasil riset. Hasil riset akan lebih bermutu.

Publikasi Jurnal Terindeks Global Indonesia 

Lembaga-lembaga riset yang ada di perguruan tinggi, mestinya juga diperkuat serta mendapat alokasi anggaran yang memadai. Pada waktu yang sama, mereka juga mendapat alokasi anggaran khusus untuk jurnal sebagai media untuk memublikasikan hasil-hasil riset secara luas ke dunia internasional.

Berdasarkan data SCImago, sepanjang 1996-2016, jumlah publikasi jurnal terindeks global Indonesia mencapai 54.146 publikasi.

Bila dibandingkan dengan Singapura, Thailand, dan Malaysia, peringkat Indonesia masih jauh berada di bawah ketiga negara ASEAN itu. Pada 2016, di tingkat dunia, Indonesia menempati peringkat 45 untuk jumlah dokumen yang terpublikasi internasional. Di kawasan Asia, posisi Indonesia berada di urutan 11, sementara di tingkat ASEAN peringkat keempat.

Selain publikasi, cara lain untuk melihat posisi dan kontribusi riset adalah jumlah paten yang dihasilkan. Bersumber dari United States Patent and Trademark Office, hingga 2015, total paten Indonesia yang terdaftar pada Kantor Paten Amerika berjumlah hanya 333 buah.

Angka tersebut masih sangat jauh dibandingkan negara ASEAN lainnya, seperti Singapura (10.044 paten), Malaysia (2.690 paten), dan Thailand (1.043 paten). Tidak hanya tertinggal, pertumbuhan paten Indonesia juga menunjukkan trend yang stagnan sejak 2005.

Rendahnya jumlah dokumen yang terpublikasi secara internasional, salah satunya, disebabkan sedikitnya jumlah peneliti di Indonesia.

Data LIPI pada 2017 menunjukkan, peneliti di Indonesia (hanya) berjumlah 9.685 orang. Angka tersebut merupakan jumlah peneliti di seluruh pejabat fungsional peneliti dari seluruh Kementerian/LPNK di Indonesia. 

Anggaran Riset

Faktor penting lainnya adalah anggaran riset. Negara-negara dengan perekonomian maju memiliki komitmen tinggi untuk berinvestasi dalam riset. Mereka percaya riset berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Bentuk komitmen ini dilihat dari rasio pengeluaran penelitian dan pengembangan terhadap PDB –atau Gross Expenditure on R&D (GERD). 

Negara-negara dengan komitmen yang tinggi terhadap riset, berdasarkan data 2013, adalah Korea Selatan (4,1 persen), Jepang (3,5 persen), dan Finlandia (3,3 persen). Di tingkat ASEAN, yang memiliki rata-rata GERD per PDB tinggi adalah Singapura (2,0 persen) dan Malaysia (1,1 persen). Sementara itu, GERD per PDB Indonesia belum mencapai angka 1 persen hanya sebesar 0,085 persen, dan jauh tertinggal dibandingkan GERD dunia. 

Di satu sisi, komposisi belanja penelitian dan pengembangan (litbang) di Indonesia pun masih didominasi pemerintah. Dengan kata lain, perlu dorongan agar propolrsi sektor swasta atau bisnis dalam penelitian dan pengembangan dapat meningkat.

Dr. Abdul Aziz SR

(Dewan Pakar Lembaga Riset BRORIVAI Center dan Dosen FISIP Univ. Brawijaya)