Law atau Bill, Catatan Ringan Kisruh UU Cipta Kerja

By Abdi Satria


Oleh :  M Ridha Rasyid

Praktisi dan Pemerhati Pemerintahan

Hari senin (5/10) lalu telah di sah-kan Rancangan Undang Undang Cipta Kerja menjadi Undang Undang. Undang Undang ini merupakan Omnibus dari berbagai perundang undangan yang telah ada dan berlaku sebelumnya.

Paling tidak ada 74 undang undang serta lebih dari seribu pasal kemudian di ramu sedemikian  rupa sehingga menjadi satu undang undang. Ada tiga kerangka berfikir mengapa sejumlah aturan perundang undangan itu harus disatukan, pertama, terjadinya tumpang tindih antara satu aturan dengan aturan lainnya, padahal sejenis dan relevan (ini berlaku selama rezim orde baru.

Produksi aturan melimpah ruah, dan itu juga diikuti oleh daerah untuk membuat peraturan daerah, baik sebagai turunan aturan lebih tinggi maupun hasil kreasi daerah itu sendiri. Lalu disimpan dalam tumpukan dokumen di perpustakaan. Tidak pernah dijalankan secara konsisten)

Keadaan ini yang membuat  negeri kita  termasuk produsen undang undang tertinggi di dunia sesudah negara negara di Afrika. Jepang adalah contoh negeri yang lebih banyak diatur oleh etika, kedua, merespon perkembangan global. Dinamisasi perputaran ekonomi dan pelbagai urusan pemerintahan, yang tidak saja untuk kepentingan negaranya sendiri, tetapi juga ketergantungan produk dan pemasaran dengan negara lainnya.

Di era terbuka seperti sekarang ini, sebuah aturan tidak lagi dilihat dari sisi kepentingan lokal namun harus mampu menjangkau perkembangan yang terjadi di belahan negeri lainnya, ketiga, bahwa harus ada perubahan (terlepas itu menguntungkan atau sekalipun merugikan negeri sendiri.

Kuncinya harus ada perubahan. Perubahan ini di maksud dalam kerangka dan rangkaian berfikir kepentingan. Ini hampir terjadi di sebagian besar negara. Seperti kita tahu bahwa setiap pemimpin ingin mencetak sejarahnya sendiri. Dan, itu akan terus berulang dan berulang. Entah kapan akan berhenti pada pemikiran harus melanjutkan apa yang sudah ada dan itu baik. 

Apa itu Omnibus (Law atau Bill)

Omnibus bill adalah undang-undang yang diusulkan yang mencakup sejumlah topik yang beragam atau tidak terkait. Omnibus berasal dari bahasa Latin dan berarti "untuk, oleh, dengan, atau dari segalanya". Omnibus bill adalah satu dokumen yang diterima dalam satu suara oleh badan legislatif tetapi mengemas beberapa tindakan menjadi satu atau menggabungkan berbagai subjek.

Karena ukuran dan cakupannya yang besar, tagihan omnibus membatasi peluang untuk debat dan pengawasan. Secara historis, tagihan omnibus terkadang digunakan untuk meloloskan amandemen yang kontroversial. 

Oleh karena itu, sebagian kalangan menganggap RUU omnibus sebagai anti demokrasi. Dalam pandangan kita kata Law sebagai hukum formal, sama halnya usulan seseorang untuk suatu perangkat aturan yang kemudian disetujui menjadi satu undang undang (bill)  atau tagihan untuk melakukan perumusan satu aturan yang memuat banyak aturan lainnya. Jadi pada hakekatnya, law atau bill tergantung "selera" yang memakainya. Namun, yang lazim digunakan adalah kata bill. Seperti apresiasi World Bank atau pengesahan undang undang ini dengan menyebut Omnibus Bill. 

Substansi UU Cipta Kerja

Membaca dan menelaah suatu undang undang, seyogyanya di baca secara keseluruhan,, memahami hingga penjelasannya. Bukan sepenggal sepenggal atau pasal per pasal, karena itu justru "mengaburkan" maksud dan tujuan dari hadirnya  sebuah peraturan. Lagi pula, suatu undang undang tidak berlaku serta merta, selalu diikuti perangkat peraturan turunannya, yakni peraturan, keputusan atau pun instruksi, tergantung amanah dari bunyi pasal di maksud. Paling tidak ada 7 substansi pokok yang diatur, tidak hanya untuk kepentingan pekerja atau buruh, pengusaha, tetapi juga pengaturan sumber daya alam yang dimiliki. 

Pertama, undang ini mengatur tentang mekanisme investasi, kedua,  soal tanah (Undang undang pokok pokok agraria yang sudah berlaku dalam enam dekade) , ketiga, hak dan kewajiban pekerja, keempat, penanaman modal asing, kelima, soal mineral dan pertambangan, keenam, energi dan ke tujuh, kepastian hukum dan iklim berusaha yang punya daya saing tinggi. Jadi, undang undang ini tidak sekedar soal ekonomi yang menguntungkan "kapitalis" dan "cukong" sebagaimana banyak dikhawatirkan banyak kalangan. Meski, diskusi yang berkembang selalu diarahkan ke sana, padahal undang undang ini belum berlaku. Suatu prediksi yang  berlebihan.

Minim Diseminasi

Mengapa kisruh yang berujung demonstrasi yang menjurus anarkhi ini bisa terjadi,? Paling tidak ada dua hal yang melatari, pertama, kehandalan juru bicara pemerintah yang nyaris tidak berkualitas, kurang cerdas dan tidak memanfaatkan momentum. Presiden harus menjawab sendiri setiap kebijakan yang diambil. Jubir presiden tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk men-disemnasi-menyebarluaskan informasi terkait kebijakan maupun program pemerintah.

Ini yang menurut saya patut disayangkan. Bahwa jubir semestinya memiliki kemampuan komunikasi dan penguasaan terhadap setiap materi kebijakan untuk disosialisasikan kepada khalayak, bukan justru menjadi berkebalikan dengan membuat kisruh dan gaduh di dunia maya belaka. Bukan itu esensi keberadaan seorang jubir atau tim komunikasi. Saya ingin memberi ilustrasi tim komunikasi yang membantu John F Kennedy, Presiden Amerika Serikat, dikelilingi 300 orang pakar ilmu komunikasi. Ini menunjukkan betapa penting peran komunikasi dalam institusi pemerintahan .

Karena tidak saja mengurusi satu bidang, tetapi juga membidani pelbagai persoalan, pada saat yang sama, tim ini memberikan masukan serta menyiapkan orasi seorang presiden, bahkan hingga menterinya pun, harus punya tim komunikasi yang handal. Bukan justru para pembantu presiden bicara ngawur dan saling berseberangan.

Sikapi Aspirasi Pekerja

Kita selalu menggaungkan Hubungan Industrial Pancasila (HIP), yang merupakan kerangka filosofi antara pekerja, investor dan pemerintah. Bahwa, presiden telah menjelaskan secara komprehensif dan menjamin bahwa apa yang di disinyalir para pekerja  terhadap sejumlah hal yang "ditafsirkan" sendiri oleh para pekerja tidak akan terjadi. Bahkan, presiden mempersilah  untuk mengajukan judicial review  ke Mahkamah Konstitusi ( tentu saja setelah ada no dari undang undang ini)  agar semua menjadi jelas dan secara hukum dipandang sebagai suatu aturan yang telah memuat pelbagai hal untuk kepentingan, keseimbangan serta keadilan bersama. 

Kesimpulan 

Ringkas saja, Omnibus Law (Bill) Undang Undang Cipta Kerja ( yang sebelumnya nomenklatuur-nya Cipta Lapangan Kerja di singkat Cilaka,  konotasinya  negattif)  telah menata dan mengatur serta mempersingkat birokrasi  urusan pemerintahan, penanaman modal, agraria, hukum dan keamanan , sumber daya alam, energi, ekonomi hingga pemenuhan hak hak pekerja. Oleh karenanya segala hal yang menjadi keberatan para pekerja maupun pebisnis, dapat dilakukan melalui mekanisme hukum dan memberi masukan dalam penyusunan peraturan turunannya, yang mengadopsi aspirasi berbagai pihak itu. Lakukan secara damai. Oleh karena, jika semua berlarut larut dalam ketidak-pastian, maka sangat haqqul  yaqin, apa  yang menjadi cita dan asa dari hadir nya peraturan ini akan menjadi anti-klimaks. Semoga saja kita semua sadar akan hal itu. Wallahu 'alam bisshawab.