KPPU vs Mafia Kartel, Faisal Basri Malah Membela Mafia

By Admin


Oleh: Syarif Hadi*

SEMENJAK terpilihnya Presiden Jokowi-JK dalam Pilpres 2014, atmosfir semangat dari kalimat “Kerja, Kerja, Kerja” yang didengungkan Presiden Jokowi bisa dikatakan mampu memacu seluruh gerak sektor pemerintahan. Barangkali, baru kali ini dalam sejarah pemerintahan di republik ini, sinergi kerja dan semangat melakukan yang terbaik untuk bangsa terlihat menonjol. 

Satu hal yang cukup kuat tergambar dalam pemerintahan Jokowi-JK adalah munculnya semangat pemberantasan mafia-kartel yang selama ini sangat kuat dan mapan menancapkan belitannya dalam sektor ekonomi dan usaha. 

Diketahui umum bahwa selama ini, jaringan mafia-kartel memang telah demikian mencengkram segala lini usaha, terutama di sektor yang sangat dibutuhkan publik seperti energi, pangan, otomotif dan lain-lain. “Kekuasaan” mafia-kartel ini juga telah membangun jejaringnya disemua level, mulai dari eksekutif, legislatif, yudikatif dan bahkan jauh masuk ke akademisi dan intelektual.  

Dengan kekuatan uang, para mafia-kartel ini bisa membeli apa saja dan siapa saja, bahkan para intelektual yang selama ini cukup populer dikalangan publik karena kritikannya. 

Pertanyaannya, mengapa mafia-kartel ini mau memakai ‘tangan’ para intelektual dalam upayanya untuk terus menguasai sendi usaha ekonomi negeri ini? 

Jawabannya sederhana, karena melalui intelektual ini “pesan” yang ingin disampaikan mampu mempengaruhi publik dengan cepat. Para mafia-kartel ini sangat paham bagaimana psikologi publik yang hampir selama 32 tahun dicengkram kekuasaan Orde Baru yang demikian membatasi kebebasan berpendapat, sangat “memuja’ public-opinion yang vocal dan kritis. 

Dengan demikian, mafia-kartel ini dengan sadar sangat membutuhkan para intelektual yang mau “melacurkan dirinya” untuk dipakai dalam mempengaruhi opini publik.  

Dalam upaya untuk terus melawan sepak terjang penguasaan mafia-kartel ini, sebuah lembaga independen (dalam bentuk komisi) lahir dalam rahim Orde Reformasi; Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan sebuah tugas berat mengawasi pelaksanaan UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat 

Sejak dipimpin oleh Syarkawi Rauf, kiprah lembaga independen ini cukup menarik perhatian publik. Sepak terjangnya dalam membongkar praktek-praktek monopoli dan membuka jejaring mafia-kartel cukup eksplosif. Dalam catatan dari berbagai media, bisa dilacak bagaimana kiprah KPPU saat ini yang dianggap publik cukup bertaring dan bernyali besar.  

Namun yang terasa agak janggal adalah ketika upaya keras KPPU memberantas mafia-kartel ini, kritikan pedas justru datang dari seorang Faisal Basri yang ironisnya pernah menjabat komisioner KPPU. Realitas ini memang terasa ‘aneh’ bahkan sedikit ajaib. Apalagi bila dibandingkan dengan lembaga independen lainnya semisal Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) di mana semua mantan pejabat pimpinannya terus mendukung upaya lembaga ini atau minimal tidak berkomentar terkait sebuah kebijakan yang tengah dilakukan lembaga tempat mereka pimpin dulu. 

Berikut ini adalah sedikit catatan tentang sepak terjang Faisal Barsi yang mengeritik tajam KPPU dalam berbagai berita media-massa. 

1. Faisal Basri mengeritik KPPU yang tengah memperjuangkan Amandemen UU KPPU

Link: https://industri.bisnis.com/read/20160808/12/572904/faisal-basri-kritik-amedemen-uu-persaingan-usaha-ini-jawaban-kppu 

2. Upaya KPPU untuk memberantas mafia kartel ayam dengan menghentikan Apkir Dini dianggap Faisal Basri sebagai sebuah kesalahan besar, Katanya, Kebijakan kebijakan pemerintah tak bisa diperkarakan

Link: https://www.solopos.com/2016/08/04/kartel-daging-ayam-bela-apkir-dini-faisal-basri-kebijakan-pemerintah-tak-bisa-diperkarakan 

3. Dalam kasus dugaan kartel oleh Yamaha, Faisal juga berpendapat bila KPPU sangat ceroboh dalam memutus dugaan kartel Yamaha karena fenomena price paralelisme tidak berarti disebabkan oleh adanya praktek kartel  

Link: https://7leopold7.com/2017/02/21/ketidak-hatihatian-kppu-dalam-memutus-dugaan-kartel-yamaha-honda/ 

Kegemaran Faisai mengeritik langkah KPPU yang saat ini dikomandani komisioner Syarkawi Rauf dalam upaya menegakkan keadilan dalam persaingan usaha serta memberantas mafia dan kartel bisa membawa sedikitnya 2 arti dan makna. 

Pertama, dalam takaran analitik kausalitas, bisa diambil dugaan bila kritik Faisal Basri pada sepak terjang KPPU memuat unsur kepentingan tertentu. Dalam hal ini kesan pembelaan Faisal Basri tersebut itu adalah “suara para mafia” yang saat ini sedang “ketakutan” dengan kiprah tegas KPPU. 

Dugaan ini sangat beralasan mengingat pembelaannya terhadap mafia- kartel cukup kencang dan tajam serta terpola. Semacam ada rancangan khusus yang secara sistematis ingin mematikan langkah-langkah KPPU. Fenomena ini cukup terbaca karena Faisal Basri justru dikenal publik sebagai ekonom yang berfikiran progresif, tapi dalam kasus-kasus mafia kartel yang ditangani KPPU, dia cenderung sangat defensive dan bersikap konservatif, bahkan cenderung lebai dalam pembelaannya. 

Kedua, Kegetolan Faisal Basri dalam “mengejek” langkah KPPU justru sangat mengherankan mengingat sebelumnya, Faisal pernah menjabat sebagai komisioner KPPU dan sejatinya pasti juga memahami bahwa ‘gurita’ kekuasaan mafia-kartel di negeri ini sama-sebangun dengan ‘gurita’ korupsi yang memang memerlukan langkah tegas yang extra-ordinary. 

Dugaan ini memang menguat karena ketika menelisik jejak kiprah Faisal Basri selama menjabat komisioner KPPU, bisa dikatakan terlihat sangat melempem dan loyo.Tak sekalipun terdengar sebuah gebrakan signifikan dalam upayanya memberantas mafia-kartel ini. Padahal, masyarakat sudah sangat paham ‘gurita’ mafia-kartel dalam sektor usaha di negeri ini telah demikian mapan sejak zaman Orde Baru dulu. 

Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh Faisal Basri dengan kecenderungannya ‘membela’ para mafia-kartel dan sedikit banyak menghambat kinerja KPPU memang pantas dipertanyakan.  

Dalam sepintas lalu, masyarakat mungkin banyak berdecak kagum dengan gaya ‘vokal‘ seorang Faisal Basri ketika dengan ‘tajam’ mengeritik sesuatu. Namun di sanalah letak bahayanya karena bisa saja image (citra) sosok Faisal Basri yang terlanjur dikenal sebagai seorang intelektual yang vocal dan kritis justru dipakai untuk melakukan sesuatu yang bersifat kepentingan pribadi atau kepentingan pesanan dari seseorang atau sebuah kelompok. 

Di sinilah publik perlu sedikit waspada dengan sepak terjang kritik yang dilontarkan oleh Faisal Basri. Karena bangsa kita saat ini justru lebih membutuhkan sosok eksekutor dan pekerja yang cerdas dan solutif, bukan seorang pengeritik seperti pada zaman Orde Baru di mana kebebasan berpendapat memang sangat dibatasi,  

Saat ini saatnya seluruh elemen bangsa dituntut bersinergi dalam kerja keras menghadapi tantangan global yang lebih sulit serta kompleksitas permasalahan bangsa, daripada seorang pengeritik yang handal tapi tak mampu menunjukkan prestasinya yang konkret pada publik dalam kerja membangun bangsa. (*)  

*Penulis: Pemerhati Persaingan Usaha