Kontribusi Nyata Industri Kreatif Bagi Masyarakat

By Admin

nusakini.com--Sebanyak 47 persen lapangan pekerjaan yang ada saat ini akan hilang dalam 20 tahun mendatang sebagai akibat dari tren automatisasi dan penggunaan artificial intelligence. Hal ini disampaikan dalam sambutan Menteri Luar Negeri RI yang dibacakan oleh oleh Staf Ahli Bidang Diplomasi Ekonomi, Ridwan Hasan pada hari pertama Preparatory Meeting Towards World Conference on Creative Economy 2018, di Bandung, Jawa Barat belum lama ini.

“Industri kreatif merupakan jawaban terhadap hilangnya lapangan pekerjaan tersebut. Tidak hanya jawaban terhadap fenomena sosial dimaksud, industri kreatif juga merupakan alat pembangunan yang ramah lingkungan yang juga merupakan asset dalam diplomasi Indonesia" pesan Menteri Luar Negeri RI sebagaimana disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Diplomasi Ekonomi. 

Dampak sosial dari industri kreatif menjadi tema utama pada pelaksanaan hari pertama Preparatory Meeting ini. “industri kreatif memiliki potensi sebagai alat mengatasi permasalahan sosial di berbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia" ujar Wakil Ketua BEKRAF, Ricky Pesik. Pernyataan ini sangatlah tepat jika kita merujuk pada data yang menyebutkan bahwa di Indonesia industri kreatif didominasi oleh tenaga kerja perempuan. Sekitar 54 persen dari seluruh pekerja di industri ini merupakan wanita. 

Dukungan pemerintah mutlak diperlukan untuk mengembangkan industri kreatif. Regulasi pemerintah yang mendukung pengembangan industri kreatif akan sangat membantu upaya mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh pelaku industri kreatif yang didominasi oleh perusahaan skala kecil. Akses kepada modal, pemasaran, maupun pengembangan produk merupakan segelintir dari kendala yang ditemui oleh pelaku industri kreatif.

Sebagai gambaran, mayoritas unit usaha di bidang industri kreatif Indonesia adalah unit usaha kecil dan menengah yang tidak memiliki ijin usaha dan oleh karenanya sulit untuk mendapatkan modal tambahan dari perbankan. Secara prosentase, 68 persen dari unit usaha yang bergerak di industri ini merupakan skala kecil dan menengah. 

Guna mengatasi permasalahan-permasalahan di atas, Nicholas Buchoud, pendiri Renaissance Urban dan ahli tata kota dari Perancis menyampaikan perlunya suatu agenda internasional yang menyoroti pengembangan industri kreatif.

“Menempatkan suatu isu ke ranah global agar mendapatkan komitmen politik negara-negara dapat menjadi satu cara untuk mengembangkan industri kreatif. Lihat saja, isu lingkungan, pembangunan keberlanjutan, ataupun Hak Asasi Manusia mengalami kemajuan pesat setelah isu-isu tersebut dibahas di forum-forum global" ujarnya. 

Di lain sisi, industri kreatif juga memiliki peran dalam profiling Indonesia di ranah global. Keberagaman budaya Indonesia merupakan salah satu modal pengembangan industri kreatif Indonesia dan industri kreatif yang terbangun dapat menjadi wajah Indonesia dalam diplomasi kebudayaan. Hal ini diutarakan oleh Paul Smith, Direktur British Council Indonesia.  

Pengembangan industri kreatif, yang menjadi dasar semangat dari konferensi ini, mendapat perhatian serius Pemerintah. Hal ini terlihat dari para pejabat yang hadir pada pembukaan konferensi ini. Menteri Komunikasi dan Informasi dan pejabat tinggi dari Kementerian Luar Negeri. BEKRAF, dan Chatib Basri, Mantan Menteri Keuangan, merupakan pejabat dan tokoh nasional yang memberikan sambutan pada pembukaan konferensi. (p/ab)