Ganjar Usul Penanganan PMK Berbasis Zona

By Abdi Satria


nusakini.com-Semarang- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengusulkan agar penanganan atau karantina penyakit mulut dan kuku (PMK) berbasis zona, bukan wilayah pemerintahan. Hal itu untuk mengantisipasi pergerakan hewan ternak dan elemen lain pembawa virus di sekitar wilayah terdekat.

“Tadi ada yang usul basis desa atau kecamatan. Kalau menurut saya zona, apakah desa dan beberapa desa, atau kecamatan dan beberapa kecamatan, sehingga tidak restriktif atau terbatas hanya di wilayah satu pemerintahan. Kadang-kadang kan sapinya juga piknik-piknik, kambingnya piknik-piknik, dan ini tidak hanya sapi saja, ada kerbau, ada babi, ada kambing ya, jadi hewan yang kuku belah,” katanya, seusai mengikuti rapat koordinasi secara daring bersama Menko Marves RI Luhut Binsar Pandjaitan, terkait penanganan PMK, dari Rumah Dinas Puri Gedeh, Senin (27/6/2022).

Ganjar memberikan contoh, dari beberapa kasus yang di-tracing, ditemukan indikasi adanya hewan ternak di satu lokasi yang tidak pernah keluar kandang, tetapi tetap terinfeksi PMK. Kuat dugaan penularan terjadi karena ada hewan ternak lain seperti kambing yang berkeliaran di sekitar kandang. Maka dari itu diperlukan karantina untuk hewan ternak kuku belah seperti sapi, kerbau, kambing, dan babi.

“Ini yang penting untuk dilakukan, dan SOP-nya kita siapkan karena penularan virusnya itu airborne, jadi dibawa udara dan jauh lebih berbahaya. Sejauh ini belum ada masker untuk sapi, jadi agak riskan memang penularannya,” kata gubernur.

Dijelaskan, PMK telah menjadi PR bersama karena penyebaran atau penularan kasusnya menjadi cukup eksponensial. Meski demikian, Ganjar optimistis penyakit ini dapat dikendalikan, karena masyarakat sudah memiliki pengalaman dalam menghadapi pandemi Covid-19. Satu hal penting untuk penanganan kasus itu adalah data.

“Nah siapa yang mendata, sementara ini kan ada penyuluh. Kita mempercayakan kepada kawan-kawan yang sering berhubungan dengan ternak, kelompok ternak, dan seterusnya. Teman-teman yang bekerja sebagai inseminator biasanya juga sangat akrab sama sapi, ini juga bisa digunakan. Kampus dan mahasiswa bisa digunakan, konsepnya sudah ada,” jelas Ganjar.

Selain itu di Jawa Tengah juga ada Jogo Ternak dan Bolo Ternak, yang harus dimaksimalkan betul untuk mengecek agar tidak menjadi jargon semata. Ganjar juga memberikan arahan kepada dinas terkait mengenai langkah penanganan di Jawa Tengah, salah satunya tentang percepatan vaksinasi hewan.

“Beberapa item tadi kita sampaikan kepada kawan-kawan dinas setelah rapat dengan Menko Marves, agar dilakukan percepatan, karena faktanya memang kebutuhan vaksin kita masih jauh dari yang ada,” ungkapnya.

Ditambahkan, sejauh ini jumlah vaksin yang sudah diperoleh Jawa Tengah baru 75.500 dosis. Padahal jumlah hewan ternak, baik sapi maupun kerbau, yang ada di Jawa Tengah sekitar 2,1 juta ekor. Agar semua dapat divaksinasi sebanyak tiga kali, maka membutuhkan sekitar 6 juta vaksin.

“Kita butuh kira-kira 6 jutaan vaksin karena akan ada tiga kali. Minimal kalau enam bulan ke depan ini bisa disuntik vaksin pertama itu bisa cepat. Maka saya minta carikan vaksinnya ada di mana. Tadi keputusannya Kementan sudah ada ahlinya untuk melakukan atau membuat vaksin sendiri. Kalau perlu impor ya impor, tetapi tadi diperintahkan oleh Menko Marves dicari produk yang dalam negeri. Sejauh mana bisa dilakukan sehingga kita akan bisa melakukan isolasi atau karantina-karantina,” ungkapnya.

Dalam rapat bersama Menko Marves, Ganjar juga menyampaikan temuan di lapangan terkait pergerakan hewan maupun pedagang hewan. Ia mengatakan, karantina hewan ternak sudah dilakukan di kandang dan tidak pergi ke mana-mana. Tetapi pada saat itu justru pedagang bergerak dari kandang ke kandang. Hal itu menjadi salah satu yang harus diwaspadai, karena bisa jadi para pedagang itu bisa membawa virus.

“Ketika blantiknya, orang yang jual-beli ternaknya keliling hati-hati, karena itu juga bisa membawa virus. Jadi maunya hanya melihat-lihat terus kemudian ternyata ia membawa dari satu kandang ke kandang yang lain. Itu juga perhatian mesti dilakukan,” ujar Ganjar.

Dia juga sedang menghitung kebutuhan PCR, lab, dan peralatan, serta obat-obatan yang dibutuhkan. Ia meminta agar ada hitungan total terkait semua kebutuhan itu. Selanjutnya bicara terkait pendanaan, setiap kabupaten/kota dan provinsi sedang menyiapkan anggaran untuk penanganan PMK.

“Terakhir tentu kita bicara soal sumber dana dan dampaknya. Sumber dana dari pusat akan ada PEN yang akan dikeluarkan, tadi ada kurang lebih Rp 4,6 triliun dan sedang dibicarakan dengan Menteri Keuangan. Daerah juga menyiapkan baik di level kabupaten/kota maupun provinsi. Setelah ada hitungan ekonominya tentu kita akan menghitung dampak sosial ekonominya. Kalaulah kemudian diasumsikan kelak di kemudian hari akan ada ganti rugi, mudah-mudahan nanti petani itu tenang, peternak itu tenang, dan memang nggak perlu heboh. Maka yang paling bagus sebelum vaksinnya lebih masif, upayakan semua ternaknya tidak bergerak,” pungkas Ganjar. (rls)