Edukasi Politik itu Penting untuk Lahirkan Sosok Wakil Perempuan di Parlemen

By Admin

nusakini.com--Deputi bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK, Sujatmiko, memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi Pemenuhan Hak Perempuan dalam rangka Peningkatan Keterwakilan Perempuan pada Lembaga Legislatif di Kota Bandar Lampung, Lampung, Senin (15/5). 

Sujatmiko dalam arahannya menegaskan bahwa Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) akan terus melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian agar terbuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada para perempuan yang ingin terjun di pemerintahan.

“Kami dari Kemenko PMK akan menyiapkan para perempuan potensial melalui pendidikan politik dan penyiapan mental serta finansial,” katanya lagi.

“Yang terpenting sekarang ini adalah memunculkan sosok perempuan potensial yang berasal dari dukungan masyarakat. Masyarakat dan partai politik juga harus diedukasi terlebih dulu agar membuka kesempatan kepada perempuan yang mau berkiprah. Kalau sosok perempuan potensial itu sudah ada, mereka sudah duduk jadi anggota parlemen, maka bekerjalah sesuai amanah rakyat. Berpartisipasi aktif mengawal kebijakan dan kerja pembangunan. Mereka juga harus mampu jadi sosok teladan bagi perempuan lain, misalnya tidak korupsi atau jadi oknum yang menyalahgunakan wewenangnya.”

Terpilihnya Provinsi Lampung sebagai lokasi rakor kali ini, ungkap Sujatmiko, karena sebelumnya diketahui bahwa tidak ada satupun wakil perempuan asal Provinsi Lampung yang duduk di DPD RI, selain memang jumlah anggota perempuan di Parlemen juga sedikit.

Berdasarkan catatannya, terdapat tujuh provinsi yang saat ini tidak memiliki wakil perempuan di DPR RI yaitu Aceh, Bangka Belitung, Bali, NTT, Kalsel, Gorontalo, Papua Barat dan ada 11 Propinsi yg belum memiliki keterwakilan perempuan di DPD RI yaitu Aceh, Lampung, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, NTT, Papua, dan Papua Barat. Data Inter Par­lia­mentary Union (IPU) Tahun 2015 menunjukkan, persentase keterwakilan perempuan Indonesia di parlemen berada di pe­ringkat 81 dari 190 ne­gara. Setelah empat pemilu dilaksanakan secara demokratis, perolehan kursi perempuan di tingkat nasional (DPR) nyatanya masih belum menembus angka 20 persen bahkan dalam dua Pemilu terakhir angka persentase itu terhitung stagnan pada kisaran 17-18 persen saja. 

Pada Pemilu 2014, kursi perempuan di parlemen 97 orang atau 17,3 persen dari 560 orang anggota. Secara na­sional, jumlah itu mengha­sil­kan perolehan kursi parlemen untuk perempuan dengan tiga kategori yaitu Kategori tinggi, yakni 25 kabupaten/kota atau 5 persen dari 475 kabupaten/kota; Kate­gori sedang, yakni 92 kabupaten/kota atau 19 persen dari 475 kabupaten/kota; Kategori rendah, yak­ni 359 atau 76 dari 475 kabupaten/kota.

Pada Pemilu Anggota DPR RI, 9 April 2014, kaum perempuan Indonesia justru kehilangan enam kursi. Tercatat perolehan 97 kursi (17,32 persen), atau menurun jika dibandingkan dengan hasil Pemilu 2009 yang mencapai 103 kursi (18,2 persen). Dewan Perwakilan Daerah (DPD), pada 2014 mendapat 34 kursi (26 persen) sementara pada Pemilu 2009 mendapat 38 kursi (28 persen) 

Pemerintah, tambah Sujatmiko, sesuai Nawacita sejauh ini juga terus berupaya meningkatkan peran perempuan di bidang politik melalui penguatan Undang-undang Partai Politik; Peningkatan fasilitasi bagi partai politik untuk pemenuhan minimal 30 persen keterwakilan perempuan; Peningkatan kapasitas perempuan; Peningkatan pemahaman masyarakat tentang pentingnya keterwakilan perempuan dalam partai politik dan sebagai anggota legislatif. Sementara rakor ini digelar dengan tujuan menyosialisasikan Permen PPPA No. 10 Tahun 2015 tentang Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan di DPR, DPD, dan DPRD di seluruh propinsi/kabupaten/kota; mengidentifikasi permasalahan dalam meningkatkan keterwakilan perempuan pada lembaga legislatif; dan merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan keterwakilan perempuan pada lembaga legislatif.   

Di tempat yang sama, menurut Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI), Dwi Septiani Djafar, edukasi kepada masyarakat seharusnya jadi prioritas dalam konteks keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.

“Jika masyarakat belum teredukasi secara optimal, kesadaran mereka mendukung caleg perempuan juga cenderung begini-begini saja. Masih meragukan kapasitasnya. Seperti ada tembok besar yang harus kita tembus dulu untuk meyakinkan masyarakat kalau peran perempuan di parlemen itu memang penting,” katanya lagi.

Septi yang juga Anggota Parlemen dari F-PKS ini menambahkan, agar perempuan dapat terpilih sebagai legislator sudah harus sejak dini melakukan banyak kajian, melakukan banyak investasi, dan membangun jaringan yang kuat. Kajian yang harus dilakukan antara lain motivasi sejak awal memutuskan terjun ke politik.

“Apakah karena ambisi politik semata atau memang ingin memperjuangkan kepentingan perempuan?” tambahnya. Kajian yang lain adalah termasuk soal Daerah Pemilihan (Dapil). “Sistem Pemilu yang terbuka atau tertutup membuat caleg perempuan harus selalu siap khususnya secara mental karena menyangkut tanggung jawab ke masyarakat pemilihnya dan juga partainya,” papar Septi.

Selain itu, para caleg perempuan juga harus mampu berinvestasi yang tidak hanya finansial tetapi juga sosial. “Kalau investasi sosial kita kuat, jaringan yang kita rintis juga akan kuat, termasuk dengan media massa dan masyarakat calon pemilih. Dengan begitu, ongkos politik jadi bisa lebih murah. (p/ab)