Catatan M. Nigara: Mengenang Mendiang Renny Salaki, Ai Pikir, Lama-lama Gak Kepikir

By Abdi Satria


RENNY SALAKI, tak banyak para penggila sepakbola nasional era 1980an hingga kini yang mengenalnya. Bisa dipahami, karena mantan pemain UMS, Warna Agung, Persija, dan Tim Nasional ini berkiprah sejak 1960an hingga pensiun di awal 1980an.

Pemain belakang yang tak kenal kompromi ini juga terbilang tak banyak sensasi. Malah, Renny terbilang pemain yang tak pernah membuat masalah hingga jadi perhatian pers. Adem-adem saja.

Sedikit bicara, banyak bekerja. Begitu kira-kira semboyan yang dipakainya. Renny juga tak pernah tersangkut masalah, maaf, suap. Kehidupannya, menurut saya yang mengenalnya sejak Desember 1979, saat saya memulai karir jurnalistik di Majalah Olymlic, sangat sederhana.

Padahal dengan predikat sebagai pemain Warna Agung, juara Galatama-1, 1979, lalu sebelumnya benteng Persija, Perserikatan paling elit, dan tim nasional, Renny bisa hidup dengan sejahtera. Seperti bintang-bintang nasional lainnya.

Apa lagi Renny punya ciri khas yang pada masa itu terbilang sangat ampuh. Orang atau bola, begitu semboyannya. Orang boleh lewat, bola harus kena blok atau sebaliknya.

Tidak berlebihan jika saat itu Renny terbilang palang pintu paling tangguh. Itu sebabnya baik ketika masih di UMS, Persija, Warna Agung, dan Timnas, Renny adalah pilihan utama untuk mengamankan pertahanan tim.

Tapi, bagi saya, Renny punya sesuatu yang terus bisa dikenang. " Ai (saya) pikir-pikir, lama-lama gak kepikir," begitu celotehnya.

Ucapan itu sesungguhnya tiruan dari ucapan Oom Frans Jo, mantan pemain PSM Makassar dan Timnas yang oleh Oom Benny Mulyono diberi kepercayaan untuk ikut menukangi Warna Agung.

Oom Frans sendiri memang seorang yang paham manajemen. Ia direkrut selain sebagai bintang PSM Makassar dan Timnas, ia juga piawai dalam hal manajemen perusahaan. Maka, ia pun terlibat di dalam manajemen pabrik.

Nah, saya ditugaskan oleh Redaktur Kompas Mas Rustam Affandi (mudah-mudahan namanya tidak keliru), Di mana Dia Sekarang, kisah para mantan atlet berprestasi untuk Kompas-Minggu. Catatan, di era 1980an awal, Kompas adalah satu-satunya koran yang terbit hari Ahad.

Sebelum Oom Frans, saya pernah juga membuat kisah tentang mantan peraih emas Lompat Jangkit Putri, PON-1, 1948, Liliek Syarif (sekali lagi mudah-mudahan tidak keliru namanya). Juga seorang pembalap motor Indonesia 1950an, keturunan Belanda, Gracheus. Rumahnya di Tebet Barat belakang Pasar Baru, Tebet.

Dalam salah satu pernyataan, Oom Frans, mengatakan: "Ai (saya) pilir-pikir, gak kepikir."

Sontak pernyataan itu jadi bahan tertawaan beberapa pemain Warna Agung yang ada di sekitar saya dan Oom Frans. Dan yang paling dekat, ya Renny Salaki.

Sejak itu, setiap bertemu, Renny selalu mengulang kata-kata itu. "Nigara, ai pikir-pikir, gak kepikir," tukas Renny dan selalu terkekeh mengenang ucapan senior dan 'bos' nya di Warna Agung.

Lama tak mendengar kabarnya, Renny yang lahir tahun 1945 dan telah mengarungi dunia selama 77 tahun, berpulang sehari setelah hari raya Iedul fitri 1443 H, 3 Mei 2022, tepat pukul 17.45. Renny telah memenangkan pertarungan dan telah kembali keharibaanNya. 

Selamat jalan senior, selamat jalan sahabat. Semoga Allah jadikan Engkau pemenang dan dapat meraih Surganya Allah, aamiin ya Rabb...

M. Nigara

Wartawan  Senior