Berpikir Positif Dalam Bernegara

By Abdi Satria


Oleh M Ridha Rasyid 

Praktisi dan Pemerhati Pemerintahan

Kutub pikiran yang setuju dan serambi penilaian pada bagian yang berbeda atas suatu peraturan, sejatinya perlu. Karena dengan itu kita bisa mengukur dimana dan apa titik perhatian orang atau kelompok orang yang punya kepentingan dengan regulasi tersebut. Betapa kebutuhan akan suatu penilaian yang didasari analisis dan studi empirik di satu sisi, disisi lain korelasi kepentingan dalam memenuhi kebutuhan dari para pihak yang perlu diatur juga merupakan keniscayaan.

Sederhananya, bahwa peraturan itu dibuat dilandasi beberapa aspek, pertama, untuk mewujudkan suatu tatanan bernegara dan berbangsa yang tersistem, kedua, bahwa untuk melindungi kepentingan seluruh aktifitas masyarakat, jaminan kepastian hukum

Ketiga, mereduksi pelbagai kemungkinan yang dapat merugikan para pihak atau sepihak, sehingga negara hadir untuk bisa memberikan keadilan dan kesetaraan dalam berusaha di semua sektor yang diasumsikan strategis, keempat, peningkatan kesejahteraan dan iklim berusaha yang lebih kompetitif, pada saat yang sama, sumber daya yang ada juga mendapatkan perhatian serta proteksi dalam pemanfaatannya untuk semua orang, dan kelima, mendorong dalam perspektif sosial-kultural yang mencerminkan idealisme bernegara. Ini roh dibuatnya undang undang cipta kerja yang bisa dipahami bila dikaji lebih dalam pasal perpasal dalam satu kesatuan undang undang itu.

Tetapi bila hanya di baca pada pasal tertentu, bisa saja melahirkan multi interpretasi yang berbeda dan tidak nyambung, jikalau ukuran yang digunakan kepentingan personal dan kelompok. Di pihak lain, kita juga tahu bahwa suatu peraturan itu tidaklah bisa sempurna, pasti ada kekurangan dan kelemahan yang ada Di dalamnya. Namun, kekurangan itu janganlah dipandang merugikan atau mengebiri kepentingan yang lebih luas. Itu pasti bukan. Dan, lagi pula tidaklah mungkin suatu rezim kekuasaan "mengamputasi" kepentingan dan kebutuhan rakyat, sementara ada pihak yang mengambil atau mendapatkan keuntungan besar.

Titik Temu

Dalam beberapa hari ini, demonstrasi, unjuk rasa turun kejalan, "keramaian" dunia maya menyoroti undang undang cipta kerja yang merupakan omnibus law dari kurang lebih 79 undang undang , kekisruhan dan kegaduhan itu malah membuat rasa aman dan nyaman masyarakat terganggu.

Dan bila itu berlanjut akan merugikan kita semua. Tidak ada yang bisa berjalan optimal ketika rasa aman itu diabaikan atau malah "dipelihara" hanya untuk menunjukkan arogansi kepentingan sesaat.

Semangatnya undang undang ini dibuat adalah menyederhanakan birokrasi, penguatan iklim berusaha, memperjelas izin dan pemanfaatan sumber daya berusaha, transparansi anggaran dan biaya, serta pengelolaan sumber daya sumber daya yang dimiliki, sesungguhnya itu memang penting untuk diatur.,jikalau bangsa ini ingin bersaing dalam kompetisi global diberbagai sektor.

Tidak boleh berfikir sektoral, lokalis. Di era globalisasi yang menghubungkan dan menguatkan ketergantungan antara satu negara dengan banyak negara di dunia sebagai akibat dari dinamisasi serta digitalisasi yang tidak bisa dibendung. Tidak ada negara yang bisa berdiri sendiri sekarang dan yang akan datang. Itu pasti.Tidak terbantahkan.

Oleh karena itu, ada beberapa hal yang mungkin dapat dipertimbangkan untuk mencapai titik temu antara yang pro dan kontra, pertama, undang undang ini meskipun sudah disahkan, tetapi tidak serta merta dapat diberlakukan secara keseluruhan isinya, sebab harus disertai sejumlah aturan turunannya, peraturan pemerintah, keputusan presiden, instruksi presiden keputusan menteri.

Kedua, bahwa undang undang ini belum diimplementasikan, tentu saja belum tahu di mana nilai minusnya, sehingga terlalu dini kalau dikatakan ini tidak pro pekerja , tidak berpihak kepada perlindungan buruh serta kepemilikan sumber daya, menyuburkan oligarki dan cukongisasi (meminjam istilah Vicky prasetyo, yang punya bahasa aneh), ketiga, jikalau dalam penerapannya itu terbukti apa yang menjadi sinyalemen, bisa dilakukan judicial review, keempat, membangun diskusi yang terorganisir antara pemerintah, dpr dan kelompok yang selama ini anti undang undang ciptaker, dengan tujuan mencari titik temu terbaik, seraya segala bentuk pressure massal di hentikan. Maka, dengan ketenangan dan berdamai dengan maksud yang hendak diperjuangkan satu sama lain dapat jadi media untuk memperoleh solusi terbaik.  

Etika bangsa

Tidak bermaksud "menggurui" apatahlagi menyerukan, karena itu kembali kepada nurani kita dalam berbangsa, sensivitas nilai yang paling luhur dalam bernegara itu adalah menghormati dan menghargai keberadaan masing masing. Penguasa tidaklah bertindak sewenang wenang, kelompok masyarakat tidaklah boleh memaksakan kehendak seakan mewakili mayoritas, sementara dunia usaha atau swasta juga mau mengelaborasi perbedaan kepentingan yang ada untuk memenuhi hak dan kewajibannya. Jadi bukan persoalan siapa yang memperoleh laba besar dan siapa yang "apes" dengan kemiskinannya, (fungsional dan struktural), tetapi semua punya keterkaitan untuk saling memenuhi kebutuhan dan kepentingan secara berkeadilan. Pemerintah punya etika, rakyat punya etika, dunia usaha punya etika. Tatkala etika yang melekat pada semua pihak ini dipersatukan itulah etika berbangsa bernegara. Titik, tanpa koma, tanpa dalih.

Wallahu 'alam bisshawab.