WHO Puji Langkah RI Tingkatkan Deteksi Obat Palsu Melalui Aplikasi Smartphone

By Admin

nusakini.com--Wakil Dirjen WHO untuk Akses Obat, Vaksin dan produk farmasi WHO, Dr. Mariangela Batista Galvao Simao menyampaikan pujiannya kepada Indonesia yang terus melakukan upaya penguatan perlindungan kesehatan publik melalui pengawasan yang lebih ketat dan sistematis terhadap peredaran bat di Indonesia.  

Hal ini disampaikannya ada acara penandatanganan MoU Pilot Project Pelaporan Produk Obat Substandard dan Palsu melalui Aplikasi Smartphone antara Indonesia dengan World Health Organization (WHO) di Jenewa, Swiss, pekan lalu.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dr. Ir. Penny K. Lukito, menegaskan bahwa dengan ditandatanganinya MoU Pilot Project ini, diharapkan dapat mengawal langkah efektif bagi Badan POM ke depan dalam melakukan upaya pencegahan, deteksi dan respon terhadap peredaran produk obat substandard dan palsu di Indonesia. 

Sementara itu, Duta Besar Hasan Kleib, Wakil Tetap RI pada PBB di Jenewa, selain menyambut baik penandatanganan MOU juga menambahkan bahwa sebagai anggota Steering Committee untuk WHO Member State Mechanism on Substandard and Falsified Medical Product, Perwakilan RI di Jenewa terus bekerjasama dalam upaya global untuk memerangi peredaran obat substandar dan obat palsu. 

“Implementasi pilot project ini diharapkan dapat menghasilkan system pelaporan yang efektif dan dapat menjaga kepercayaan publik terhadap peredaran obat yang berkualitas di Indonesia," tambahnya. 

Pilot Project ini sejalan dengan Perpres No. 3 tahun 2017 tentang Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan, dan akan melibatkan 127 tenaga kesehatan Rumah Sakit di 6 propinsi di pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY Yogyakarta. 

Selain itu, Kepala Badan POM juga menjadi salah satu Panelis pada acara Peluncuran dan Diskusi Panel mengenai Buku Laporan WHO terkait obat substandard dan Palsu yaitu “study on the public and socioeconomic impact of substandard and falsified medical products" and report on the who global surveillance and monitoring system for substandars and falsified medical products". 

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Badan POM menegaskan pentingnya upaya pemberantasan obat palsu yang berbahaya, sebagai suatu ancaman kejahatan kemanusiaan yang tidak hanya berdampak kepada kesehatan masyarakat namun juga berdampak terhadap keamanan nasional terutama terkait aspek sosial dan ekonomi, baik ditingkat nasional, regional maupun global. 

Disampaikan pula bahwa Presiden RI, Jokowi juga mendukung upaya pemberantasan obat palsu antara lain dengan diterbitkannya Perpres No. 80 tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Pencanangan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal pada 3 Oktober 2017 lalu. 

Dr. Penny menambahkan bahwa Badan POM menyambut baik dan mendukung publikasi Studi WHO ini yang memberikan gambaran jelas mengenai dampak peredaran obat palsu terhadap sosial ekonomi suatu negara. 

Hal ini tentu saja bermanfaat bagi negara-negara anggota sebagai suatu benchmarking tool dalam melakukan studi serupa untuk mengidentifikasi permasalahan dan menghitung dampak sosial ekonomi dari peredaran obat palsu di Indonesia, termasuk cost and benefit penguatan system regulatori dalam menjamin rantai suplai produk obat di Indonesia. 

Upaya pemberantasan obat substandard dan palsu tentunya tidak dapat dilakukan Badan POM sendiri, terlebih dengan tantangan kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan. 

Political Will dan Kolaborasi yang efektif dengan stakeholder baik lintas sektor, masyarakat dan tenaga kesehatan yang melakukan kontak langsung dengan pasien, tentunya sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan upaya pemberantasan obat palsu di Indonesia. 

Hal ini dilakukan dengan menjamin kualitas, keamanan dan khasiat obat yang beredar di Indonesia, dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat yang pada akhirnya bermuara dan sejalan dengan upaya global untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC). (p/ab)