Syafii Maarif di Sesdilu 61: Diplomat Harus Melek Sejarah Pancasila

By Admin

nusakini.com--Perbincangan Pancasila akhir-akhir ini cukup riuh. Diplomat muda Indonesia mesti tercerahkan tentang Pancasila agar bisa lebih percaya diri. Untuk itu Buya Syafii Maarif datang memberikan jawabannya. 

Menurut Buya, banyaknya ketidakpahaman tentang Pancasila antara lain dipicu rendahnya pemahaman sejarah. Kebiasaan membaca harus ditingkatkan sehingga pemahaman tidak meloncat-loncat. Tidak boleh mengambil kesimpulan hanya berbasis info media sosial semata. 

“Pancasila sebagai dasar negara sudah final," seru Dr. Ahmad Syafii Maarif atau akrab disapa Buya Syafii Maarif di kelas perdana Diklat Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) Kementerian Luar Negeri angkatan ke-61 yang bertajuk “Filsafat Pancasila" di Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Kementerian Luar Negeri RI, kemarin.

Buya Syafii Maarif memaparkan bahwa Pancasila telah melalui proses penyusunan yang cukup panjang, di mana melibatkan perdebatan sengit antara berbagai kubu yang mewakili nilai-nilai yang berkembang di masyarakat pada masanya, hingga kemudian diresmikan pada 18 Agustus 1945. 

Meskipun telah menjadi philosophical foundation of our state, butuh waktu cukup lama bagi Pancasila untuk dapat diterima seluruhnya oleh setiap lapisan masyarakat. Ini mengingat terdapt berbagai corak pemikiran dan ragam persepsi di masyarakat. Namun demikian, Buya Syafii Maarif menambahkan, saat ini tantangan tersebut telah dilalui dengan baik.

“Tantangan zaman ini bagi Pancasila adalah bagaimana menerjemahkannya ke dalam hal-hal konkret di kehidupan sehari-hari," kata Buya Syafii Maarif. Bagi Diplomasi RI, penting untuk kiranya berpegang pada Pancasila dan mencerminkan nilai-nilainya dalam setiap kesempatan menghadapi tantangan dan situasi di luar negeri. 

Pancasila akan terus aktual mengingat bahwa proses nation-building Indonesia terus berjalan. Yang saat ini perlu diisi adalah karakter bangsa yang unggul. 

Menutup materi diklat ini, Buya Syafii Maarif berpesan “Diplomat harus tahu dan melek sejarah karena tidak bisa kita begitu saja meloncat dari kehampaan narasi, kita perlu belajar dari sejarah untuk menuju ke arah yang lebih baik." (p/ab)